بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Sosok qudwah wanita muslimah kita kali adalah seorang wanita
yang berjuang untuk menyelamatkan suaminya dari kemusyrikan dan
kekafiran, membawanya ke bawa naungan Islam sejati, berkasih sayang di
atas agama dan keridhaan Allah Ta’ala.
Hal itu bukanlah perkara yang mudah bagai membalik telapak tangan,
karena suaminya adalah seorang yang paling antipati terhadap Islam dan
memusuhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta para
sahabat beliau. Juga karena ayah suaminya itu adalah seorang pemimpin
utama kaum musyrikin, eksekutor serta pelaku penindasan yang sadis yang
telah menjatuhkan berbagai hukuman kepada orang-orang mukmin, ialah Abu
Jahal, sedangkan suami wanita muslimah kita ini adalah putra Abu Jahal
bernama Ikrimah.
Ia bernama Ummu Hakim binti Al-Harits bin Hisyam
dari kaum Quraisy. Bapaknya saudara Abu Jahal dan ibunya adalah Fathimah
binti Walid kakak Khalid bin Walid. Ikrimah inilah suami pertama Ummu Hakim
binti Al-Harits, putra pamannya, seorang pemuda terpandang; baik dari
segi harta maupun keturunan. Karena kepemimpinan ayahnya Abu Jahal maka
ia menjadi terpola untuk memusuhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bahkan ikut menyiksa kaum muslimin denagn siksaan yang pedih demi menyenangkan hati bapaknya.
Terbunuhnya Abu Jahal pada Perang Badar membuat kebencian Ikrimah terhadap Islam
makin berkobar. Kalau dahulu ia membencinya karena ingin menyenangkan
ayahnya, tetapi sekarang kebenciannnya adalah untuk membalas dengan
kematian ayahnya. Dari sinilah api permusuhan berkobar serta kebencian
Ikrimah (dan orang-orang yang juga kehilangan keluarga mereka di Perang
Badar) membara.
Pada mulanya, Ummu Hakim juga ikut bahu-membahu dengan suaminya dalam
memusuhi Islam. Pada Perang Uhud ia bersama wanita-wanita Quraisy
lainnya yang juga mendendam akan kematian keluarga mereka pada Perang
Badar, berdiri tegak di belakang barisan musyrikin sambil memukul
gendang untuk memberi semangat bagi tentara-tentara musyrikin agar terus
maju. Pada hari itu kaum musyrikin mendapatkan sebagian keinginan
mereka, hingga Abu Sufyan berkata, “Ini adalah balasan atas Perang
Badar.”
Pada penaklukan kota Mekah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang panglima pasukannya untuk bentrok senjata secara langsung
dengan orang-orang kafir kecuali kalau mereka diserang terlebih dahulu.
Di saat itulah Ikrimah mengumpulkan pengikutnya dan menyerang pasukan
yang besar dari pasukan-pasukan kaum muslimin. Akhirnya pasukan Ikrimah
yang tak seberapa jumlahnya itu pun kalah, ada yang mati dan ada pula
yang melarikan diri. Termasuk yang melarikan diri adalah Ikrimah bin
Jahal.
Setelah kota Mekah ditaklukkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberikan maaf kepada kaum Quraisy yang dahulunya melakukan berbagai
tindakan dalam memusuhi beliau, dan mengatakan perkataan beliau yang
masyhur, “Pergilah kalain, sesungguhnya kalian telah dibebaskan.” Hanya
saja, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengecualikan
beberapa orang dengan memerintahkan di bawah kelambu Ka’bah. Di antara
mereka yang dikecualikan itu yang paling utama adalah Ikrimah bin Abi
Jahal. Maka karena mendengar hal itu Ikrimah secara sembunyi-sembunyi
melarikan diri menuju ke Yaman.
Di sisi lain, Ummu Hakim istri Ikrimah bersama Hindun binti Uqbah menuju rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama sepuluh wanita lain, untuk mengungkapkan bai’at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan memeluk agama Islam. Setelah Hindun binti Uqbah menyatakan
keislamannya, Ummu Hakim pun berdiri menyatakan keislamannya, lalu ia
berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai
Rasulullah, Ikrimah telah melarikan diri menuju ke Yaman karena takut
engkau akan membunuhnya. Berikanlah keamanan baginya, semoga Allah
memberikan keamanan kepadamu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Ia telah mendapat keamanan.”
Seketika itu juga Ummu Hakim berangkat mencari Ikrimah ditemani oleh
budaknya dari bangsa Romawi. Teriknya matahari, panasnya cuaca gurun
sahara seakan tak terasakan oleh Ummu Hakim demi mendapatkan suaminya
agar ia mau kembali dan masuk Islam bersamanya. Bahkan di tengah
perjalanannya, budak Romawi yang menemaninya mencoba menggodanya untuk
melakukan selingkuh, sungguh besar penderitaan wanita lemah berhati baja
ini, menempuh perjalanan yang jauh, mengarungi padang pasir yang panas
membara, mencari sang suami tercinta, sementara di tengah perjalanan
budak yang seharusnya menjadi pelindung baginya berbalik menjadi bak
serigala mendapatkan mangsanya. Wanita lemah ini memohon dan meminta
tolong kepada penduduk kampung itu, lalu mereka menangkap budak tersebut
dan mengikatnya di sana. Sedangkan Ummu Hakim meneruskan perjalanan
tanpa teman, dan hanya Allah-lah yang menjaganya dari segala malapetaka.
Akhirnya dengan susah payah ia pun dapat bertemu dengan orang yang
ica cari-cari, di tepi pantai di daerah Tihamah, ketika itu Ikrimah
sedang bertransaksi dengan seorang nelayan muslim. Nelayan itu berkata
kepadanya: “Bayar dahulu baru aku akan menyeberangkanmu.” Ikrimah
berkata, “Bagaimana aku membayarmu?” Nelayan itu menjawab, “Dengan
mengucapkan (asyhadu an laa ilaaha illalla wa asyhadu anna muhammadarrasulullah).”
Ikrimah menjawab, “Aku tidak melarikan diri melainkan dari itu.” Di
saat itulah Ummu Hakim datang, lalu ia berkata kepada suaminya, “Wahai
putra paman, aku datang dari sisi manusia yang paling mulia yaitu
Muhammad bin Abdullah, aku telah meminta keamanan bagimu dan beliau
menyetujuinya, janganlah engkau mencelakakan dirimu sendiri.” Ia
berkata, “Engkau sendiri yang telah mengatakan kepadanya?” Ummu Hakim
menjawab, “Ya, aku yang mengatakan kepadanya, maka ia memberikan
keamanan.” Ummu Hakim terus membujuknya sampai Ikrimah mau kembali
bersamanya.
Dalam perjalanan pulang Ummu Hakim menceritakan kisah budak mereka,
lalu mereka singgah di perkampungan tempat Ummu Hakim meninggalkan budak
itu lalu Ikrimah membunuhnya. Peristiwa ini terjadi sebelum ia masuk
Islam.
Setibanya di Mekah ia langsung pulang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyatakan keislamannya, dan meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar memintakan ampunan atas segala yang telah ia perbuat selama ia masih musyrik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengabulkan permintaan tersebut dengan gembira. Semenjak itu
bergabunglah Ikrimah dalam bahtera dakwah, di medan perang ia bagai
singa yang haus darah serta menjadi ahli ibadah dan selalu membaca kitabullah.
Itulah buah dari perjuangan Ummu Hakim binti Al-Harits, yang menuntun
Ikrimah putra sekaligus tangan kanan seorang dedengkot kafir dan berada
pada barisan terdepan dalam memerangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sehingga menjadi pembela Islam dan mencintai Allah dan Rasul-Nya
melebihi dirinya sendiri. Ikrimah syahid pada perang Yarmuk (sebagian
ahli sejarah mengatakan ia meninggal pada perang Ajnadin), di saat itu
ia berperang dengan penuh semangat, sampai ia gugur sebagai syahid, dan
di tubuhnya didapati lebih dari tujuh puluh luka bekas tikaman, panah,
dan pukulan.
Sepeninggal Ikrimah dan masa iddah Ummu Hakim berakhir, ia dilamar
oleh Yazid bin Abi Sufyan dan Khalid bin Sa’id, kemudian ia menerima
lamaran Khalid dan ia pun menikah dengannya. Ketika hendak menggaulinya,
bersamaan dengan itu tentara-tentara Romawi telah berkumpul (untuk
menyerang kaum muslimin), Ummu Hakim berkata kepada Khalid, “Bagaimana
kalau engkau undurkan sampai Allah mengusir barisan mereka?” Khalid
menjawab, “Sesungguhnya aku merasa akan terbunuh dalam peperangan ini.”
Ummu Hakim berakta, “Kalau begitu lakukanlah!” Maka Khalid pun
menggaulinya,
Ketika pagi tiba, kedua pasukan pun mulai berhadapan, genderang
perang ditabuh, dan pedang telah melakukan perannya. Khalid akhirnya
terbunuh di peperangan tersebut. Mendengar berita itu, Ummu Hakim terjun
ke medan perang dan membunuh tujuh orang Romawi dengan tiang kemah di
jembatan yang hingga sekarang dinamakan jembatan Ummu Hakim, dan itu
terjadi pada perang Ajnadin.
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Sumber: Majalah Al-Mawaddah, Edisi 11 Tahun ke-1 Jumadal Ula 1429/Juni 2008