Sesungguhnya aku diutus (ke muka bumi ) hanyalah untuk
menyempurnakan kemuliaan akhlak. (Al-hadist)
menyempurnakan kemuliaan akhlak. (Al-hadist)
Imam Malik mengatakan bahwa, seluruh akhlak yang baik bermuara pada empat hadist. Pertama, “ barang siapa yang beriman kepada ALLAH dan hari akhir hendaklah berkata yang baik atau diam.” Kedua, “Dari baiknya Islam, seorang muslim adalah meninggalkan yang tidak bermanfaat”. Ketiga, hadist Rasuluullah kepada seorang sahabat, “Jangan marah!”. Dan keempat,” Tidak beriman salah seorang di antara kamu sehingga mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya.”
Pada hadist yang pertama mengisyaratkan bahwa pentingnya menjaga lisan. Dalam keterangan lain disebutkan, “Selamanya seseorang tergantung bagaimana dia mampu mengendalikan lidahnya”.
Berapa banyak contoh kasus, seseorang harus kehilangan harta,
kehormatan, bahkan nyawanya yang disebabkan karena tidak dapat menjaga
lisannya.
Lukman al-Hakim pernah mendapat
permintaan untuk menyembelih seekor kambing dan mengambil bagian yang
paling baik, maka Lukman memotong dan mengambil lidahnya. Kemudian
diminta kembali untuk menyembelih kambing dan mengambil bagian yang
paling buruk, maka Lukman mengambil bagian yang sama, yaitu lidah.
Mengapa Lukman mengambil bagian yang sama namun dari suatu hal yang
saling bertolak belakang?? Lukman berkata bahwa, baik buruknya seseorang
tergantung lidahnya. Jika dia bisa menjaga maka kebaikan dan
keselamatan yang didapat, akan tetapi apabila tidak dapat menjaga dengan
sebaik mungkin, maka kesengsaraan yang akan menimpanya.
Begitu makna dari hadist yang
pertama, janganlah engkau diam walaupun dianggap menyelamatkan. Akan
tetapi, berkatalah benar jika engkau anggap itu benar. Dengan begitu,
pilihlah berkata yang benar karena lebih menyelamatkan.
Hadist yang kedua akan membahas
baik buruknya keislaman atau akhlak seseorang, yaitu kemampuan untuk
berusaha meninggalkan segala sesuatu yang tidak bermanfaat sekecil
apapun. Setiap manusia telah diberikan modal untuk hidup, yaitu waktu.
Setiap manusia diberikan kebebasan untuk memanfaatkan dan mengisi modal
hidupnya dengan segala sesuatu yang diinginkan. Namun hal itu tidak akan
pernah lepas dari konsekuensi, apabila kebaikan yang memenuhi waktu
hidupnya maka kebaikan pula yang akan diperolehnya, sebaliknya
keburukanlah yang akan memenuhi waktu hidupnya. Konsekuensi inilah yang
mendasari seorang muslim untuk mengisi waktunya dengan sesuatu yang
bermanfaat. Sehingga kewaspadaan akan selalu meliputinya dan tidak ingin
tindakannya dilakukan tanpa pemikiran dan pertimbangan baik dan
bermanfaat.
Hadist yang ketiga, Rasulullah berwasiat, “Jangan Marah!”.
Kalimat ini diulang sampai tiga kali. Tidaklah Beliau mengulang
sabdanya kecuali dalam keadaan gawat dan sangat penting isinya. Beliau
sangat melarang marah. Karena berakibat buruk pada diri orang itu maupun
dilingkungan sekitarnya. Ketika seseorang marah, dia tidak dapat
mengontrol perkataan dan tindakannya. Mengapa? Karena dia sedang dalam
kendali setan la’natullah. Oleh sebab itu, tidak salah dalam
hadist lain Rasulullah memberi panduan bagi orang yang sedang marah
yaitu untuk berwudhu, karena marah dari setan dan setan tercipta dari
api, sedangkan api dapat padam bila terkena air. InsyaAllah setelah
berwudhu amarahnya akan mereda.
Meski demikian, Rasulullah tidak
menampikkan marah seluruhnya. Ada marah yang dibolehkan dan dicontohkan
beliau. Yaitu, marah yang proporsional, yang ditujukan pada orang yang
tepat, pada waktu yang tepat, kadar yang tapat, dan waktu serta tujuan
yang tepat pula. Rasulullah SAW pernah marah ketika para sahabat
mengutus Usamah untuk memohon keringanan atas hudud (hukum
Allah) yang harus ditimpakan pada seorang pencuri hanya karena dia
seorang bangsawan. Baliau marah karena hal itu merupakan ketetapan
Allah SWT.
Hadist terakhir adalah, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sehingga mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.”
Ada beberapa hal yang dapat diambil dari hadist keempat ini. Pertama,
ikatan persaudaraan, kecintaan dan kasih sayang dalam masyarakat muslim.
Islam menghendaki seluruh manusia untuk hidup saling mengasihi dang
menyayangi, keadilan ditegakkan dan ketentraman menyelimuti semua hal
itu. Kesemua hal itu tidak dapat terjadi bila setiap manusia berupaya
mewujudkan kebahagiaan orang lain sebagaimana dia berusaha membahagiakan
diri sendiri.
Kedua, keimanan seseorang akan
sempurna bila dia berusaha menjadi orang baik yang artinya tidak ada
kebencian, rasa iri dan dengki dalam hatinya. Serta mencintai orang lain
seperti mencintai dirinya. Ketiga, ancaman atas kedengkiam. Dengki akan
menghilangkan kesempurnaan iman. Orang yang dengki akan membenci orang
lain yang mengunggulinya, dan menginginkan hilangnya karunia atas
kebaikan dari orang yang didengkinya.
Semoga kita sebagai umat muslim
yang taat dimudahkan oleh Allah SWT untuk selalu mengamalkan seluruh
hadist yang menjadi pilar-pilar kemuliaan akhlak. Sehingga, kita dapat
meniru akhlak Rasulullah SAW dan dapat melaksanakan seluruh perintahNya
dengan sempurna. AMIN.