Rabu, 27 Juni 2012

~* Berhenti Sejenak... *~



Berhenti Sejenak...



Seandainya bisa, saya ingin mendatangi anda satu persatu, menjabat tangan anda sambil berkata, terima kasih terima kasih terima kasih telah menemani perjalanan MENJADI MUSLIM APA ADANYA sampai sejauh ini, dan kini kita telah menemukan identitas kita sebagai HAMBA ALLAH sekaligus juga WAKIL ALLAH, lalu selanjutnya apa?

Saya teringat pesan Bapak Syailendra Yunus, seorang penyembuh HOLISTICA di Yogyakarta, beliau bilang begini kira-kira, menerima amanat bukan berarti menjadi amanah...


Maka, menemukan diri sebagai HAMBA ALLAH bukan berarti telah benar-benar menjadi HAMBA ALLAH apalagi menjadi WAKILNYA...


Saya ingin mengajak anda berhenti sejenak...disini...merenun

gkan pertanyaan itu, dan jawaban anda boleh jadi akan memberi arah kemana kita melangkah selanjutnya...sampai akhirnya kita menemukan diri kita sebagai MUSLIM APA ADANYA...


SAMPAI DIMANA KITA?


Allah swt berfirman: "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya mereka itu amat zalim dan amat bodoh." (QS. 33:72)


Laleh bahtiar, Presiden Institute for Traditional Psychoethics an Guidance, memahami ayat tersebut dengan membagi amanat itu menjadi 3 hubungan: antara diri manusia dan pengungkapan Diri Allah (teoetika), antara manusia dengan dirinya sendiri (psikoetika), dan antara diri dan seluruh alam, termasuk sesama manusia (sosioetika). Kita meringkasnya menjadi amanat sebagai hamba Allah dan Wakil-Nya.


Apakah amanat itu telah ditunaikan? Ujung ayat diatas memberi isyarat bahwa manusia telah berkhianat dengan berlaku zholim dan bertindak bodoh. Buktinya, penguasaan bumi tidak dianggap sebagai amanah, sehingga yang terjadi adalah eksploitasi habis-habisan untuk kepentingan sesaat dan golongan. Atau lihat saja diri kita sendiri? Sudahkan kita mensejahterakan diri kita sendiri? Lalu membuat orang lain sejahtera? Lihat keadaan keluarga kita, saudara, kerabat, teman, tetangga, apakah mereka telah hidup sejahtera? Mengapa belum? Padahal kita telah mengaku muslim, mayoritas penduduk negeri ini juga adalah muslim. Apakah kita ini adalah muslim yang berkhianat? Apakah kita telah menemukan diri sebagai hamba Allah dan Wakil-Nya yang berkhianat?


Kalau begitu, pantaslah kita selalu terpinggirkan, tercabut harga diri dan kehormatan. Lalu dimanakah kita bisa menyuarakan dengan lantang, isy kariiman aw mut syahiidan, hidup mulia atau mati syahid? Bagaimanakah kita memulai jihad? Bagaimanakah kita mewujudkan khilafah yang diyakini mampu memberikan kesejahteraan untuk semua? Bagaimanakah kita bisa menjadi wakil-Nya jika amanat penghambaan ini kita khianati?


Kalau begitu, pantaslah Allah mengazab bangsa yang mayoritas penduduknya adalah orang-orang munafik dan orang-orang musyrik (QS, 33:73). Menjadi munafik karena lebih banyak mengaku daripada berbuat memberi bukti. Mengaku benci pada kekerasan dengan menampilkan kekerasan lainnya. Mengaku benci caci maki dengan mengeluarkan caci maki lainnya. Mengaku rindu bersatu dalam jamaah dengan mengokohkan fanatisme kelompok. Dan menjadi musryik karena telah menghadirkan begitu banyak Tuhan pada kata-kata, atribut, ide, simbol, seragam, dll.


Kalau begitu, pantaslah kita menangis dengan airmata penyesalan Adam as, rabbana dzolamna anfussana waillam taghfirlana watarhamna lanakunna minal khoosyirin, atau meratap dengan ratapan Yunus as, laa ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minazhholimin, semoga Allah mengampuni dan merahmati kita, amin.
 







http://mayarismagmailcom.blogspot.com/2012/06/menghamba-dengan-tulus.html

http://sutris.blogspot.com/2009/03/berhenti-sejenak.html
Kamis, 26 Maret 2009
Diposkan oleh sutrisno di 06:23