Rabu, 06 Juni 2012

~* “Akan Sampai Waktunya” *~



Akan sampai waktunya kita tak butuh lagi apa-apa
Selain anak-anak yang tak malas berdo’a
Dan setia memelihara cinta pada Tuhannya

Dan dunia istri yang tak jemu-jemu
Minta dicumbu dan selalu menuntut ini itu
Akan mempesona nan gratakan kita
Sebelum sempat kita bertanya mengapa ?

Akan sampai waktunya
Harta dan segala yang kita cinta
Jadi beling-beling kaca semata
Yang berserak sepanjang perjalanan baqa

Nama –nama dan kata-kata jadi kehilangan makna
Dan kita tak butuh lagi apa-apa
Selain ampunan dan cinta kasih-Nya

Yaa…
Ada satu tempat di hati manusia
Yang hanya dapat dipuaskan oleh tuhan
Allah ta’ala

S’moga Allah Meridhoi, Amin

Siapapun, aku Takut…

Petang mentari menyinar, iringi lari kecilku menurut
Mengikut gelak tawa nakal dibawah kabut
Kucoba berlari membuang kalut
Membalut keimanan tuk sekedar takut

Siapapun aku..
iIlahi.. ikat aku dengan tanpa semu
Ringankan hati bersujud selalu
Pasrahkan diri tiada beku
Lingkarkan cahaya-Mu tiada berlalu

Hidupkan rumahku dengan penuh takut
Tiada keangkuhan mengikut
Ikhlaskan kampung rumahku penuh taut
Tiada kristal amarah membalut
Pun tiada bentak bertalu

Kuharap..
iIlahi..hidupkan segera hati ini
Dalam rumah hati penuh takut
Hingga takkan mampu berlari
Sekedar amarah mengikut diri


Tanya hati...?

ridho itu yang gimana?
Astaghfirullohal’adhim ya Alloh…………
Akhirnya Engkau membuka tabir hikmah ini…… bertahun-tahun hamba Engkau uji dengan kejadian-kejadian….pendidikan-pendidikan yang “memaksaku” memilih “aku harus patuh” semua bener-bener begitu berharga demi sekedar keridhoan hati….
Sekarang aku tau…
Ternyata semua itu Engkau persiapkan untuk hari ini… yaa..untuk kehidupanku yang baru…yang meski aku tidak tau untuk berapa lama nyawa ini akan Engkau ijinkan…..

Sebegitu sakitkah hati hamba ya rabb???…sebegitu belum ridho-kah hati hamba ini?? hingga Engkau benar-benar musti membuktikan berulang-ulang padahal berkali-kali sudah..bertahun-tahun pula .. hamba telah melewati berkali-kali ujian yang sama…

mungkin karena aku belum lulus yaa….????? Yaa… mungkin karena aku musti remidi…. Mengaku mengenal diri… padahal Allah jauh lebih ngertiin aku..ketimbang aku terhadap diriku sendiri….

aku bersyukur Allah tidak memberiku apa yang aku inginkan, tapi Allah selalu memberikan apa yang aku butuhkan…..

Dalam perjalanan kecilku….saat aku menginginkan orangtua yang “memanjakanku”……
Allah menakdirkanku lain… karena aku lebih membutuhkan ketika harus memanjakan orangtuaku…. Agar aku tidak bergantung kepada selain Allah….

Saat aku menginginkan sekolah dan kampus yang memanjakanku dengan sistem islami…. Allah menakdirkanku untuk berjuang merintis sistem yang “pasti suatu saat “ bisa memanjakan umat dengan pola islami

Saat aku yang kehausan ini menginginkan disirami lautan dari sumber ilmu yang terus memancar…. Allah menakdirkanku berjuang menggapainya dengan merelakan setetes air ini sebagai pancingan sumber mata air-Nya…

Apakah aku menyesal???...
TIDAK !!!..seribu kata aku teriakkan dalam hati…. TIDAK!!! AKU BAHKAN TAK TERBERSIT UNTUK MENYESAL …….. setitikpun……
Terserah apa kata dunia…. Apa kata orang tentangku….
aku Hanya butuh waktu….
Manusiawiku butuh waktu….

Layaknya Hajar butuh waktu ketika Nabi ibrahim di utus membunuh anak kesayangannya
Layaknya Muhammad SAW. butuh waktu ketika kecintaannya ( Khodijah, pamanda Abu Tholib dan putranya Abdulloh) dipanggil Allah SWT dalam waktu berdekatan..

Apakah ini berarti tidak Ridho? Kurang ikhlas?...
Apakah ini berarti tidak sepenuh hati merelakannya?
Apakah ini berarti kurang 100%?
Ayooo..jawab… apakah ini berarti begitu?... Sekali lagi TIDAK!!!
Kurang seberapa yakinnya Nabi ibrahim dan Ismail kepada Perintah Allah SWT? basyaroh manusiawi beliaupun membutuhkan waktu

Kurang seberapa yakinnya Muhammad SAW kepada takdir Allah SWT?
basyaroh manusiawi beliaupun membutuhkan waktu

Terserah…..
Hanya Yang ku yakin layaknya hari-hari yang telah Allah ujikan kepadaku dan shiroh Nabi-nabi dan sahabat dulu…
pertolongan itu teramat sangat dekat…. SANGAT DEKAT !!!
pertolongan untuk menggapai utuh di jalan-Nya

tinggal seberapa keyakinan kita terhadap pertolongan-Nya….
Karena hati juga milikNya…
Jiwa ini milik-Nya
Bahkan rasa yang ada-pun ituh ciptaanNya
Semua ciptaan-Nya
Aku tidak punya kemampuan sama sekali menciptakannya
Bahkan sekecil apapun…jujur..aku jauuuuuuuuuuuhhhhhhhh sangat lemah

Aku hanya meraih pertolongan-Nya untuk membuatku bangkit …. utuh
Merengkuhku kembali dalam cinta-Nya….. sekedar Ridho dengan takdir perjalanan proses yang dipetakan Alloh untukku dan untuk kita…

Ah…. Aku tidak berharap apa-apa.
Selain berharap Alloh mencurahkan bahasa ini ke dalam hatimu…
Agar sama-sama Lebih peka …. Tidak sekedar terucap dan ter-just-men

Allah ghoyatuna… Allah Waliyyul mu’minin… amiin.

Apa pantas aku?

Sholat dhuha cuma dua rakaat, qiyamullail (tahajjud) juga hanya dua rakaat, itu pun sambil terkantuk-kantuk.

Sholat lima waktu? Sudah jarang di masjid, milih ayatnya yang pendek-pendek pula... Tanpa doa, dan segala macam puji untuk Allah, Dilipatlah sajadah yang belum lama tergelar itu.
Lupa pula dengan shalat rawatib sebelum maupun sesudah shalat wajib.

Satu lagi, semua di atas itu belum termasuk catatan:.....
"Kalau tidak terlambat" atau "Asal nggak bangun kesiangan". Dengan shalat model begini, apa pantas mengaku ahli ibadah?

Padahal Rasulullah dan para sahabat senantiasa mengisi malam-malamnya.... dengan derai tangis memohon ampunan kepada Allah.
Tak jarang kaki-kaki mereka bengkak oleh karena terlalu lama berdiri dalam khusyuknya.
Kalimat-kalimat pujian dan pinta tersusun indah seraya berharap .... Allah Yang Maha Mendengar mau mendengarkan keluh mereka.

Ketika adzan berkumandang, segera para sahabat meninggalkan semua aktivitas .... menuju sumber panggilan, .... kemudian waktu demi waktu mereka habiskan untuk bersimpuh.... di atas sajadah-sajadah penuh tetesan airmata.

Baca Qur'an sesempatnya, tanpa memahami arti dan maknanya, apalagi meresapi hikmah yang terkandung di dalamnya.
Ayat-ayat yang mengalir dari lidah ini tak sedikit pun membuat dada ini bergetar, Padahal tanda-tanda orang beriman itu adalah ..... ketika dibacakan ayat-ayat Allah maka tergetarlah hatinya.

Hanya satu dua lembar ayat yang sempat dibaca sehari, itu pun tidak rutin.
Kadang lupa, kadang sibuk, kadang malas. Yang begini ngaku beriman?

Tidak sedikit dari sahabat Rasulullah yang menahan nafas mereka ... untuk meredam getar yang menderu saat membaca ayat-ayat Allah.
Sesekali mereka terhenti, ......tak melanjutkan bacaannya ketika mencoba menggali makna terdalam .... dari sebaris kalimat Allah yang baru saja dibacanya.

Tak jarang mereka hiasi mushaf di tangan mereka dengan tetes airmata.
Setiap tetes yang akan menjadi saksi di hadapan Allah bahwa mereka jatuh karena.... lidah-lidah indah yang melafadzkan ayat-ayat Allah dengan pemahaman dan pengamalan tertinggi…..

Bersedekah jarang, begitu juga infak. Kalau pun ada, itu pun dipilih mata uang terkecil yang ada di dompet. Syukur-syukur kalau ada receh.

Berbuat baik terhadap sesama juga jarang, paling-paling kalau sedang ada kegiatan bakti sosial, yah itung-itung ikut meramaikan.

Sudahlah jarang beramal, amal yang paling mudah pun masih pelit senyum. Apa sih susahnya senyum? Kalau sudah seperti ini, apa pantas berharap Kebaikan dan Kasih Allah?
Rasulullah adalah manusia yang paling dirindui, senyum indahnya, tutur lembutnya, belai kasih dan perhatiannya, juga pembelaannya bukan semata miliki Khadijah, Aisyah, dan istri-istri beliau yang lain. Juga bukan teruntuk Fatimah dan anak-anak Rasulullah lainnya.
Ia senantiasa penuh kasih dan tulus terhadap semua yang dijumpainya, ... bahkan kepada musuhnya sekali pun.
Ia juga mengajarkan para sahabat untuk berlomba beramal shaleh, berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya.

Setiap hari ribut dengan teman. Kalau bukan sebelah kanan, .... ya teman sebelah kiri.
Seringkali masalahnya cuma soal sepele, tapi permusuhan bisa berlangsung berhari-hari, kalau perlu ditambah sumpah tujuh turunan.
Waktu demi waktu dihabiskan untuk menggunjingkan aib dan kejelekan saudara sendiri.

Detik demi detik dada ini terus jengkel... setiap kali melihat keberhasilan orang dan berharap orang lain celaka ... atau mendapatkan bencana.

Sudah sedemikian pekatkah hati yang tertanam dalam dada ini?
Adakah pantas hati yang seperti ini bertemu dengan Allah dan Rasulullah kelak?

Wajah indah Allah dijanjikan akan diperlihatkan hanya kepada orang-orang beriman yang masuk ke dalam surga Allah kelak.
Tentu saja mereka yang berkesempatan hanyalah para pemilik wajah indah pula.

Tak inginkah kita menjadi bagian kelompok yang dicintai Allah itu?
Lalu kenapa masih terus bermuka masam terhadap saudara sendiri?

Dengan adik tidak akur, kepada kakak tidak hormat. Terhadap orang tua kurang ajar, sering membantah, sering membuat kesal hati mereka, apalagi mendoakan mereka, mungkin tidak pernah.
Padahal mereka tak butuh apa pun ... selain sikap ramah penuh kasih dari anak-anak yang telah mereka besarkan ......dengan segenap cinta. Cinta yang berhias peluh, airmata, juga darah.
Orang-orang seperti kita ini, apa pantas berharap surga Allah?
Dari ridho orang tua lah, ridho Allah diraih.

Kaki mulia ibu lah yang disebut-sebut tempat kita merengkuh surga.
Bukankah Rasulullah yang tak beribu memerintahkan untuk berbakti kepada ibu, bahkan tiga kali beliau menyebut nama ibu sebelum kemudian nama ayah?
Bukankah seharusnya kita lebih bersyukur saat ......masih bisa mendapati tangan lembut untuk dikecup, kaki mulia tempat bersimpuh, dan wajah teduh yang teramat hangat dan menyejukkan? Karena begitu banyak orang-orang yang tak lagi mendapatkan kesempatan itu.

Ataukah harus menunggu Allah memanggil orang-orang terkasih itu...
hingga kita baru merasa benar-benar membutuhkan kehadiran mereka?
Jangan tunggu penyesalan. .....

Bagaimanakah sikap kita ketika bersimpuh di pangkuan orang tua .... ketika idul Fitri yang lalu ....??? Apakah hari itu....hanya hari biasa yang dibiarkan berlalu tanpa makna.........???

Apakah siang harinya....kita sudah mengantuk....dan akhirnya tertidur lelap...?
Apakah kita merasa sulit tuk meneteskan airmata...??? atau bahkan kita menganggap cengeng......??? sampai sekeras itukah hati kita....???

Ya...Allah ....ya Rabb-ku......jangan Kau paling hati kami menjadi hati yang keras......, sehingga meneteskan airmata pun susah....... merasa bersih...... merasa suci.... merasa tak bersalah......merasa tak butuh orang lain...... merasa modernis.....dan visionis.........
Padahal dibalik cermin masa depan yang kami banggakan..... terlukis bayang hampa tanpa makna.....dan kebahagiaan semu penuh ragu.....
Astaghfirullaah ......
Yaa Allah...ampunilah segenap khilaf kami. Amin
Hiasi hidup dengan ibadah, jalin ukhuwah tegakkan dakwah.
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
keindahan yang tersimpan dalam Ta'aruf
Bagi setiap aktivis da’wah, yang sudah memilih da’wah sebagai jalan hidupnya, tentunya harus memiliki kepribadian Islamiyyah yang berbeda dengan orang-orang yang belum tarbiyah tentunya. Salah satu akhlak (kepribadian Islami) yang harus dimiliki setiap ikhwan atau akhwat adalah ketika memilih menikah tanpa pacaran. Karena memang dalam Islam tidak ada konsep pacaran, dengan dalih apapun. Misalnya, ditemani orang tualah, ditemani kakak atau adiklah sehingga tidak berdua-duan. Semua sudah sangat jelas dalam Alqur’an surat Al Isra ayat 32 yang artinya ”Dan janganlah kamu mendekati zina ; (zina) itu sungguh perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”. Apalagi sudah menjadi fihtrah bagi setiap pria pasti memiliki rasa ketertarikan pada wanita begitu pula sebaliknya. Namun Islam memberikan panduan yang sangat jelas demi kebaikan ummatnya. Mampukah tiap diri kita menata semua, ya perasaan cinta, kasih sayang benar-benar sesuai dengan syari’ah? Dalam buku Manajemen Cinta karya Abdullah Nasih Ulwan, juga disebutkan, cinta juga harus dimanage dengan baik, terutama cinta pada Allah SWT, Rasulullah SAW, cinta terhadap orang-orang shalih dan beriman. Jadi tidak mengumbar cinta secara murahan atau bahkan melanggar syariat Allah SWT.


Lalu bagaimanakah kiat-kita ta’aruf Islami yang benar agar nantinya tercipta rumah tangga sakinah mawaddah warohmah, berikut pengalaman seorang penulis 14 tahun lalu yaitu :


1.Melakukan Istikharoh dengan sekhusyu-khusyunya

Setelah ikhwan mendapatkan data dan foto, lakukanlah istikharoh dengan sebaik-baiknya, agar Allah SWT memberikan jawaban yang terbaik. Dalam melakukan istikharoh ini, jangan ada kecenderungan dulu pada calon yang diberikan kepada kita. Tapi ikhlaskanlah semua hasilnya pada Allah SWT. Luruskan niat kita, bahwa kita menikah memang ingin benar-benar membentuk rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Seseorang biasanya mendapatkan sesuatu sesuai dengan apa yang diniatkannya.


2.Menentukan Jadwal Pertemuan (ta’aruf Islami)

Setelah Ikhwan melakukan istikharoh dan adanya kemantapan hati, maka segerlah melaporkan pada Ustadz, lalu Ustadz pun memberikan data dan foto kepada Ustadzah (guru akhwat), dan memberikan data dan foto ikhwan tersebut kepada Akhwat. Biasanya akhwat yang memang sudah siap, Insya Allah setelah istikharoh juga segera melaporkan kepada Ustadzahnya. Lalu segeralah atur jadwal pertemuan ta’aruf tersebut. Bisa dilakukan di rumah Ustadzah akhwatnya. Memang idealnya kedua pembimbing juga hadir, sebagai tanda kasih sayang dan perhatian terhadap mutarabbi (murid-murid). Hendaknya jadwal pertemuan disesuaikan waktunya, agar semua bisa hadir, pilihlah hari Ahad, karena hari libur.


3.Gali pertanyaan sedalam-dalamnya

Setelah bertemu, hendaknya didampingi Ustadz dan Ustadzah, lalu saling bertanyalah sedalam-dalamnya, ya bisa mulai dari data pribadi, keluarga, hobi, penyakit yang diderita, visi dan misi tentang rumah tangga. Biasanya pada tahap ini, baik ikhwan maupun akhwat agak malu-malu dan grogi, maklum tidak mengenal sebelumnya. Tapi dengan berjalannya waktu, semua akan menjadi cair. Peran pembimbing juga sangat dibutuhkan untuk mencairkan suasana. Jadi tidak terlihat kaku dan terlalu serius. Dibutuhkan jiwa humoris, santai namun tetap serius.

Silakan baik ikhwan maupun akhwat saling bertanya sedalam-dalamnya, jangan sungkan-sungkan, pada tahap ini. Biasanya pertanyaan-pertanyaan pun akan mengalir.


4.Menentukan waktu ta’aruf dengan keluarga akhwat

Setelah melakukan ta’aruf dan menggali pertanyaan-pertanyaan sedalam-dalamnya, dan pihak ikhwan merasakan adanya kecocokan visi dan misi dengan sang akhwat, maka ikhwan pun segera memutuskan untuk melakukan ta’aruf ke rumah akhwat, untuk berkenalan dengan keluarga besarnya. Ini pun sudah diketahui oleh Ustadz maupun Ustadzah dari kedua belah pihak. Jadi memang semua harus selalu dikomunikasikan, agar nantinya hasilnya juga baik. Jangan berjalan sendiri. Sebaiknya ketika datang bersilaturahim ke rumah akhwat, Ustadz pun mendampingi ikhwan sebagai rasa sayang seorang guru terhadap muridnya. Tetapi jika memang Ustadz sangat sibuk dan ada da’wah yang tidak bisa ditinggalkan, bisa saja ikhwan didampingi oleh teman pengajian lainnya. Namun ingat,ikhwan jangan datang seorang diri, untuk menghindarkan fitnah dan untuk membedakan dengan orang lain yang terkenal di masyarakat dengan istilah ’ngapel’ (pacaran).

Hendaknya waktu ideal untuk silaturahim ke rumah akhwat pada sore hari, biasanya lebih santai. Tapi bisa saja diatur oleh kedua pihak, kapan waktu yang paling tepat untuk silaturahim tersebut.


5.Keluarga Ikhwan pun boleh mengundang silaturahim akhwat ke rumahnya

Dalam hal menikah tanpa pacaran, adalah wajar jika orang tua ikhwan ingin mengenal calon menantunya (akhwat). Maka sah-sah saja, jika orang tua ikhwan ingin berkenalan dengan akhwat (calon menantunya). Sebaiknya ketika datang ke rumah ikhwan, akhwat pun tidak sendirian, untuk menghindari terjadinya fitnah. Dalam hal ini bisa saja akhwat ditemani Ustadzahnya ataupun teman pengajiannya sebagai tanda perhatian dan kasih sayang pada mutarabbi.


6.Menentukan Waktu Khitbah

Setelah terjadinya silaturahim kedua belah pihak, dan sudah ada kecocokan visi dan misi dari ikhwan dan akhwat juga dengan keluarga besanya, maka jangalah berlama-lama. Segeralah tentukan kapan waktu untuk mengkhitbah akhwat. Jarak waktu antara ta’aruf dengan khitbah, sebaiknya tidak terlalu lama, karena takut menimbulkan fitnah.


7.Tentukan waktu dan tempat pernikahan

Pada prinsipnya semua hari dan bulan dalam Islam adalah baik. Jadi hindarkanlah mencari tanggal dan bulan baik, karena takut jatuh ke arah syirik. Lakukan pernikahan sesuai yang dicontohkan Rasulullah SAW, yaitu sederhana, mengundang anak yatim, memisahkan antara tamu pria dan wanita, pengantin wanita tidak bertabarruj (berdandan),makanan dan minuman juga tidak berlebihan.


Semoga dengan menjalankan kiat-kiat ta’aruf secara Islami di atas, Insya Allah akan terbentuk rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah…yang menjadi dambaan setiap keluarga muslim baik di dunia maupun di akhirat.


Teriring doaku yang tulus kepada ikhwah dan akhwat fillah yang akan melangsungkan pernikahan kuucapkan ”Baarokallahu laka wa baaroka ’alaika wajama’a bainakumaa fii khoirin..


Dan bagi sahabat-sahabatku yang belum menikah, teriring doa yang tulus dari hatiku, semoga Allah SWT memberikan jodoh yang terbaik untuk semua baik di dunia maupun di akhirat..Aamiin ya Robbal ’alamiin.