بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ .. .
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.. .
Serambi Hati Buat Rasulullah SAW
Selemah apapun kadar keimanan kita, ada
satu hal yang tak dapat kita pungkiri bahwa kita semua merindukan dan
mencintai rasulullah saw. Meski kerinduan dan kecintaan ini hanya
sebatas ada di serambi hati dan di ujung lidah saja. Tapi walaupun
begitu, kita juga pernah merasakan marah ketika mendengar rasulullah saw
dicaci dan dihina. Kecuali jika di hati kita ini memang tak ada
sedikitpun keimanan akan Allah dan Rasul-Nya.
Dan kalau kita pernah rindu, maka pasti
pernah terbesit di hati kita untuk bertemu. Ya, bahkan untuk sebuah
pertemuan kepada Rasulullah SAW, baik sebelum dan sesudah kehidupan ini.
Mungkin seperti kerinduan seorang rekan
saya yang merasa iri dengan para sahabat Rasulullah SAW. karena mereka
(sahabat) bisa berjumpa dengan Rasulullah SAW dan bisa curhat atas
setiap kesedihan dan semua permasalahan hidup yang terasa sangat
menghimpitnya. Bukan karena dia merasa yakin bahwa Rasulullah SAW mampu
menyelesaikan semua permasalahan hidupnya, tapi dia hanya percaya bahwa
Rasulullah mampu mendidiknya untuk selalu sabar dalam menjalani
hidupnya. Mungkin kita juga setuju dengan apa yang di impikan rekan saya
itu, karena sebagian kita juga mungkin pernah bermimpi seperti itu.
Tapi apapun ketetapan Allah bagi kita, adalah itu yang terbaik buat
kita. meskipun pada akhirnya Allah tak pernah menghendaki kita hidup
satu masa dengan Beliau SAW.
Dulu, saya selalu bertanya tentang apa
kehendak baik Allah yang ia berikan dengan menjauhkan saya dari berjumpa
dengan Rasulullah dan hidup bersama dengan Beliau SAW. hingga akhirnya,
salah seorang sahabat Rasulullah SAW mampu menyadarkan saya. Dalam
sebuah buku Sirah Shahabat Rasulullah SAW di ceritakan, bahwa salah
seorang tabi’in pernah berkata kepada salah seorang sahabat Rasululla
SAW, Miqdad Bin ‘Amr.
“Sungguh berbahagialah kedua mata yang telah
merlihat Rasulull SAW ini. Demi Allah, kami sangat senang melihat apa
yang kau lihat. Dan menyaksikan apa yang kau saksikan”. Lalu Miqdad Bin ‘Amr-pun menghampiri mereka dan berkata, “Apa
yang mendorong kalian ingin menyaksikan peristiwa yang tidak di
pertontonkan Allah, Padahal kalian tidak tahu bagaimana kondisi kalian
jika menyaksikan? Demi Allah, ada orang-orang yang hidup di masa
Rasulullah SAW, tapi mereka dijerumuskan kedalam neraka jahanam.
Sebaiknya kalian bersyukur kepada Allah yang menghindarkan kalian dari
malapetaka seperti yang menimpa mereka itu, dan menjadikan kalian
beriman kepada Allah dan Nabi kalian”.
Ya, dia benar! Karena bukan tidak
mungkin, jika kita hidup di masa Rasulullah SAW kita justru memusuhi
Beliau SAW, dan kita ada pada barisan orang-orang yang menyakiti
Rasulullah`SAW. karena hari ini saja, kalau kita mau jujur sejujurnya,
ada begitu banyak perilaku kita yang tampaknya telah menghianati
Rasulullah SAW. lihat saja bagaimana ketika kita berakhlak terhadap
kedua orang tua kita, kita telah sangat berani memaki mereka dan menatap
mereka dengan tatapan yang tajam. Padahal Rasulullah SAW telah
mengajarkan kita untuk berbuat baik kepada mereka dan jangan berkata
walaupun hanya sekedar kata “ah”. Dan kita juga sering buat mereka
menangis, padaha Rasulullah SAW telah memerintahkan kita untuk
membahagiakan mereka. Dan lihat juga bagaimana ketika kita berakhlak
terhadap keluarga, tetangga, dan teman? Entah sudah berapa hati yang
kita sakiti dan entah sudah berapa banya hak-hak orang lain yang telah
kita ambil (korupsi). Padahal Rasulullah SAW justru mengajarkan kita
berbagi dengan saling memberi hadiah dan kebahagian. Sehingga kalau saja
hari ini Rasulullah saw bertamu ke Rumah kita, kita juga tidak yakin
apakah bisa membuat Beliau SAW tersenyum dengan keseharian dari
kehidupan kita, atau justru malah membuat Beliau SAW menangis atas semua
penghianatan yang kita lakukan di keseharian dari kehidupan kita ini?
Entah jadi apa kita ketika Allah
benar-benar menghendaki kita bisa hidup satu masa dengan Beliau SAW?
bisa jadi kita ini termasuk golongang munafikin atau bahkan musyrikin.
Sehingga, tidak ada yang lebih baik kita
lakukan, kecuali hanya bersyukur kepada Allah karena telah menentukan
kita lahir di masa islam sudah tersebar luas, sehingga kita bisa dengan
mudah mempelajari islam.
Dan kalaupun ada yang pantas menjadikan
kita iri dengan kebersamaan mereka bersama Rasulullah. Maka sesungguhnya
kebersamaan dengan beliau adalah juga pertanda akan jauhnya kita dari
berbagai musibah,
“Dan (ingatlah), ketika mereka
(orang-orang musyrik) berkata: “Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini,
dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari
langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih. Dan Allah
sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu (Muhammad) berada di
antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang
mereka meminta ampun”.”(QS. Al-Anfal 32-33)
Ayat ini jelas hujjahnya bagi kita,
bahwa siksa bagi kafirpun tertahan selama Rasulullah SAW berada di
tengah-tengah mereka. Lain cerita apabila mereka mati kelak, maka
urusannya akan berhadapan dengan siksa-Nya. Namun selama mereka masih
berdampingan dengan Rasulullah SAW, walaupun sebagai musuh, tetap Allah
SWT menahan siksa-Nya karena keberadaan Rasulullah SAW.
Maka bagaimana pula jika Rasulullah SAW
berada di sanubari kita? Bahkan Sunnahnya ada di telinga kita, mata
kita, kehidupan kita, rumah kita dan wilayah kita. akankah musibah
datang?? Mustahil demi Allah! inilah yang kita lupakan, dan fahamilah
bahwa sumber segala musibah adalah kemurkaan Allah SWT. Dan penyebabnya
adalah jauhnya kita dari sunnah-sunnah Rasulullah SAW, serta sepinya
hati kita dari kecintaan terhadap Beliau SAW. maka timbullah musibah di
barat dan di timur, musibah kelaparan, banjir, kekeringan, gunung
meletus, gempa bumi, degradasi moral, dan pemimpin yang dzolim. Dan
tidak hanya dalam kehidupan dunia, tapi kelak waktu sakratul maut, siksa
kubur, siksa padang mahsyar dan siksa neraka.
Saudaraku,
Maukah kita merindukan Beliau SAW dan
menghadirkannya di sini?. Mungkin timbul pertanyaan di benak kita,
apakah Rasulullah juga akan merindukan dan mencintai kita, ketika kita
mencintainya, merindukannya, dan membela ajarannya??
Ketahuilah bahwa Beliau SAW telah
menjawab pertanyaan kita pada 14 abad yang lalu. Sebagaimana dalam
haditsnya beliau pernah menitikkan air mata, lalu bersabda, “Aku
merindukan saudara-saudaraku”, kemudian para sahabat bertanya, “Bukankah
kami ini saudaramu ya Rasulullah..”, Rasulullah SAW pun menjawab,
“Kalian adalah sahabatku, saudara-saudaraku adalah orang yang hidup
setelah aku wafat, mereka tidak melihat aku, tidak bertemu denganku,
tapi tidak beriman kepadaku, serta berkorban dengan harta dan segenap
kemampuannya membelaku”(HR. Ahmad).
Maka fahamlah kita bahwa ada tiga
derajat kemuliaan yang dapat dicapai oleh umat Muhammad SAW; keluarga,
sahabat, dan saudara Rasulullah. Kita sadar betul bahwa kita ini bukan
sahabat atau keluarga Rasulullah SAW, karena kita memang tidak pernah
hidup bersama Rasulullah dan kita tidak memiliki garis keturunan dengan
Beliau SAW. tapi tidak lantas itu semua bisa menjauhkan diri kita dengan
Beliau SAW, karena pada akhirnya, Rasulullah SAW-pun kembali mencoba
mendekatkan kita dengan tawarannya untuk menjadi saudaranya.
Maukah kita terima tawaran rasulullah SAW untuk menjadi saudaranya??
Akankah kita menerimanya dengan sepenuh hati, lalu berkata, “Labbaik yaa Rasulullah SAW….”(Aku mendatangi wahai Rasulullah SAW…)
Ataukah kita justru akan menolak dan berkata maaf, karena hanya serambi hati ini yang bisa kita berikan buat Rasulullah SAW.
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Wallahu ‘alam Bisshawab. By: Chairil
Pesantren KH. Zainal Musthafa Sukamanah