Kamis, 21 Juni 2012

~* Hati nan lapang vs Hati yang sempit *~

.













Semoga ALLAH SWT senantiasa memberikan kepada kita hati yang lapang, yang jernih, karena ternyata berat sekali menghadapi hidup dengan hati yang sempit.

Hati yang lapang dapat diibaratkan sebuah lapangan yang luas membentang, walaupun ada anjing, ada ular, ada kalajengking, dan ada aneka binatang buas lainnya, pastilah lapangan akan tetap luas. Aneka binatang buas yang ada malah makin nampak kecil dibandingkan dengan luasnya lapangan. Sebaliknya, hati yang sempit dapat diibaratkan ketika kita berada di sebuah kamar mandi yang sempit, baru berdua dengan tikus saja, pasti jadi masalah. Belum lagi jika dimasukkan anjing, singa, atau harimau yang sedang lapar, pastilah akan lebih bermasalah lagi. 


Entah mengapa kita sering terjebak dalam fikiran yang membuat hari-hari kita menjadi hari-hari yang tidak nyaman, yang membuat fikiran kita menjadi keruh, penuh rencana-rencana buruk. Waktu demi waktu yang dilalui sering kali diwarnai kondisi hati yang mendidih, bergolak, penuh ketidaksukaan, terkadang kebencian, bahkan lagi dendam kesumat. Berat sungguh rasanya. Menjelang tidur, otak berfikir keras menyusun rencana bagaimana memuntahkan kebencian dan dendam yang ada di lubuk hatinya agar lebih merasa puas melihat sengsara orang lain. Hari-hari yang dilalui senantiasa makan tak enak, tidur tak nyenyak disebabkan seluruh perhatiannya dan tenaganya difokuskan untuk memuaskan rasa bencinya ini. 


Ah, sahabat. Sungguh alangkah menderitanya orang-orang yang disiksa oleh kesempitan hati. Dia akan mudah sekali tersinggung, dan kalau sudah tersinggung seakan-akan tidak termaafkan, kecuali sudah melihat orang yang menyinggungnya menderita, sengsara, atau tidak berdaya.
Seringkali kita dengar orang-orang yang dililit derita akibat rasa bencinya. Padahal ternyata yang dicontohkan para rasul, para nabi, para ulama yang ikhlas, orang-orang yang berjiwa besar, bukanlah mencontohkan rasa dendam, membenci atau busuk hati. Yang dicontohkan mereka pribadi-pribadi yang berdiri kukuh bagai tembok, tegar, sama sekali tidak terpancing oleh caci maki, cemoohan, benci, dendam, dan prilaku-prilaku rendah lainnya. Sungguh, pribadinya bagai pohon yang akarnya menghunjam ke dalam tanah, begitu kukuh dan kuat, hingga diterpa badai dan diterjang taufan sekalipun, tetap mantap tak tergoncang. 


Tapi orang-orang yang lemah, hanya dengan perkara-perkara remeh sekalipun, sudah panik, amarah membara, dan dendam kesumat. Walaupun non muslim, kita bisa mengambil pelajaran dari Abraham Lincoln (mantan Presiden Amerika) - bahkan berkata dengan arifnya, "Kita ini adalah anak-anak dari keadaan, walau kita berbuat kebaikan bagaimanapun juga, tetap saja akan ada orang yang mencela dan menghina. Karena pencelaan, penghinaan bukan selamanya karena kita ini tercela atau terhina. Pastilah dalam kehidupan ini ada saja manusia yang suka menghina dan mencela".


Jadi, ia tidak endahkan hinaan dan celaan orang lain. Nabi Muhammad, SAW, manusia yang sempurna, tetap saja pernah dihina, dicela, dan dilecehkan. Bagaimana mungkin kita ini tidak ada yang menghina ? Padahal kita ini memang dhaif sekali. 


Ingatlah bahawa hidup kita di dunia ini hanya sekali, sebentar dan belum tentu panjang umur, amat rugi jikalau kita tidak bisa menjaga suasana hati ini. Yakinilah bahwa kekayaan yang paling mahal dalam mengarungi kehidupan ini adalah suasana hati kita ini. Walaupun rumah kita sempit, tapi kalau hati kita lapang akan terasa luas. Walaupun tubuh kita sakit, tapi kalau hati kita ceria, sehat, akan terasa enak. Walaupun badan kita lesu, tapi kalau hati kita tegar, akan terasa mantap. Walaupun kendaraan kita harga murahan, motor kita modelnya sederhana, tapi kalau hati kita indah, akan tetap terhormat. Walaupun kulit kita kehitam-hitaman, tapi kalau bathinnya indah, akan tetap mulia. Sebaliknya, apa artinya rumah yang lapang kalau hatinya sempit?! Apa artinya Fried Chicken, Burger, dan segala makanan enak lainnya, kalau hati sedang membara ?! Apa artinya kita diruangan berhawa dingin kalau hati mendidih ?! Apa artinya mobil Ferrari, kalau hatinya bangsat ?! 


Lalu, bagaimana cara kita mengatasi perasaan-perasaan seperti ini ? Yang pertama harus kita kondisikan dalam hati ini adalah kita harus sangat siap untuk dikecewakan, karena hidup ini tidak akan selamanya sesuai dengan keinginan kita. Artinya, kita harus siap oleh situasi dan kondisi apapun, tidak boleh kita hanya merasa senang saja. Kita harus sangat siap dengan situasi dan kondisi sesulit, sepahit dan setidak enak apapun. Seperti pribahasa mengatakan, 'sedia payung sebelum hujan'.
Perkara kedua yang harus kita lakukan kalau sudah ada orang yang mengecewakan kita, jangan terlalu ambil pusing apa yang dilakukankan, sebab kita akan jadi rugi oleh fikiran kita sendiri. Sudah lupakan saja. Yang membahagikan rezeki adalah ALLAH, yang mengangkat derajat adalah ALLAH, yang menghinakan juga ALLAH. Apa perlunya kita risau dengan omongan orang, sungguh tidak akan kurang permberian ALLAH kepada kita. Mati-matian ia menghina, yakinlah kita tidak akan hina dengan penghinaan orang. Kita hanya akan hina karna kelakuan hina kita sendiri.
 

Nabi SAW, dihina, tapi dia tetap cemerlang bagai intan mutiara. Sedangkan yang menghinanya, Abu Jahal sengsara. Siapa yang menabur angin akan menuai badai. Dikisahkan ketika Nabi Isa as dihina, ia tetap senyum, tenang, dan mantap, tidak sedikitpun ia menjawab atau membalas dengan kata-kata kotor mengiris tajam seperti yang diucapkan si penghinanya. Ketika ditanya oleh sahabat-sahabatnya, "Ya Rabi (Guru), kenapa engkau tidak menjawab dengan kata-kata yang sama ketika engkau dihina, malah Rabi menjawab dengan kebaikan ?"
 

Nabi Isa as, menjawab : "Kerana setiap orang akan menafkahkan apa yang dimilikinya. Kalau kita memiliki keburukan, maka yang kita nafkahkan adalah keburukan, kalau yang kita miliki kemuliaan, maka yang kita nafkahkan juga kata-kata yang mulia." 


Sungguh, seseorang itu akan menafkahkan apa-apa yang dimilikinya. Ketika Ahnaf bin Qais dimaki-maki seseorang menjelang masuk ke kampungnya, "Hai kamu bodoh, gila, kurang ajar!"
Ahnaf bin Qais malah menjawab,"Sudah? Masih ada yang lain yang akan disampaikan ? Sebentar lagi saya masuk ke kampung saya, saya bimbang sekali kalau nanti di dengar oleh orang-orang sekampung, mungkin nanti mereka akan menghina dan memukulimu. Kalau masih ada yang mau disampaikan, katakanlah sekarang !". 


Oleh karena  itu, jangan ambil pusing, jangan difikirkan kata-kata yang coba melumpuhkan daya kita.. Dale Carnegie, dalam sebuah bukunya mengisahkan tentang seekor beruang kutub yang ganas sekali sedang mengamuk. tiba-tiba ada ada seekor binatang kecil yang melintas di depannya. Anehnya, ia tidak  memburunya, sehingga mungkin terlintas dalam benak si beruang ini, "Ah, apa perlunya yang kecil-kecil, yang tidak sebanding, yang tidak merugikan kepentingan kita". 


Percayalah, makin mudah kita tersinggung, apalagi hanya dengan hal-hal yang sepele, akan makin sengsara hidup ini.Untuk apa hidup dalam sengsara?, kita harus menjadikan orang-orang yang menyakiti kita sebagai ladang amal, karena kalau tidak ada yang menghina, menganiaya, atau menyakiti, bila kita boleh memaafkan dan meraih ganjaran kesabaran ? 

Nah sahabat. Justeru karena ada lawan, ada yang menghina, ada yang menyakiti, kita bisa memaafkan. Kalau dia masih muda, anggap saja mungkin dia belum tahu bagaimana bersikap kepada yang tua. Kalau dia masih kanak-kanak, fahami bahwa tata nilai kita dengan dia berbeda, mana mungkin kita tersinggung oleh anak kecil. Kalau ada orang tua yang memarahi kita, jangan tersinggung, mungkin dia khilaf, karena terlalu kedhaifannya tentang zaman ini.. Yang pasti makin kita pemaaf, makin kita berhati lapang, makin bisa memahami orang lain, maka akan makin aman dan tenteramlah hidup kita ini, SUBHANALLAH!