Yang Maha Pengasih
Yang telah mengajarkan Al-Qur’an
Dia menciptakan manusia
Mengajarnya pandai berbicara
Matahari dan bulan menurut perhitungan
Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya
Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca
Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu
Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu
(QS Ar-Rahman 1-9)
Terpana! Itulah yang terjadi pada kebanyakan orang saat membaca
bahasa indah dan makna tersirat dalam surat Ar-Rahman ini.
Kalimat-kalimat indah ini menunjukkan betapa manusia harus bersyukur
karena besarnya kasih sayang Allah, karena Allah mengatur alam
sedemikian rupa hingga kita beruntung.
Allah
mengajarkan manusia membaca. Kata Al-Qur’an secara harafiah bermakna
bacaan, dan bacaan baru punya arti bila kita bisa membacanya. Bukan
sekedar bacaan, Al-Qur’an adalah ilmu yang menuntun, referensi sepanjang
jaman bagi manusia yang berakal.
Allah mengajarkan manusia untuk berbicara. Bukan sekedar bersuara,
tetapi berkomunikasi dengan suaranya itu. Tidak satu bahasa, melainkan
jutaan bahasa lokal hingga ada yang menjadi bahasa pergaulan
internasional. Perbedaan adalah rahmat, dan dengan rahmat itu lahirlah
rasa syukur.
Matahari dan bulan diciptakan bukan sekedar menjadi hiasan langit,
tetapi dijadikannya pergiliran siang dan malam telah menjelma menjadi
perhitungan almanak. Kita sekarang mengenal dua jenis kalender, yakni
kalender berbasis syamsiah (matahari) dan qomariyah (bulan).
Allah menjanjikan tumbuh-tumbuhan dan pepohonan yang diciptakan-Nya
untuk selalu tunduk pada aturan-Nya. Berkembang, berbuah, beranak-pinak
selaras dengan musim. Kita jadi mengenal musim buah mangga, musim
rambutan, panen raya anggur, panen raya kakao, rotasi penanaman padi dan
kedelai, dan sebagainya.
Langit yang ditinggikan dan neraca yang diletakkan Allah di bawahnya –
menurut saya menunjukkan betapa luas semesta alam ini, namun tetap ada
hukum keseimbangan yang harus dipelihara. Neraca menunjukkan timbangan
yang harus setimbang, dan manusia dilarang berlebihan dengannya atau
mengurangi takarannya – karena hanya akan membuat neraca tersebut tidak
seimbang.
Terkait dengan semua penciptaan langit dan seisinya, Allah yang Maha
Pengasih menghendaki keseimbangan. Manusia yang diajari untuk membaca
dan berbicara, sebagai mahluk berderajat tertinggi mengemban amanat
memelihara keseimbangan. Manusia punya tugas untuk menegakkan neraca
itu.
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Bahkan penjelajah lautan Jacques Cousteau konon memeluk Islam setelah membaca ayat 19 – 22 surat ini.
Sebagai peneliti kelautan, Cousteau menjumpai banyak keanehan di
dalam samudra yang hanya bisa ditemui dengan berbagai peralatan
ekspedisinya yang canggih. Salah satu keajaibannya adalah bertemunya
aliran air tawar dan air asin di laut tanpa bercampur satu sama lain.
Kita ingat, dalam kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir, kediaman sang nabi
yang berpengetahuan luas itu adalah tempat bertemunya aliran air asin
dan tawar. Ada yang menyebutnya muara sungai, tapi penafsir lain
mengatakan memang ada tempat seperti itu – yaitu antara air asinnya dan
air tawarnya tidak bercampur (sementara di muara air asin dan air tawar
bertemu hingga membentuk air berasa payau). Namun ada penafsir lain yang
menganggap ayat ini adalah kiasan. Saya tak hendak memperselisihkan hal
itu di sini.
Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu,
antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing .
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
(QS Ar-Rahman 19-23)
Mutiara berasal dari kerang yang hidup di laut, sementara marjan
berasal dari karang-karangan yang berwarna-warni di laut. Jadi
indikasinya, yang disebut tempat pertemuan itu bukanlah muara sungai
tetapi memang laut yang mengalirkan sumber air tawar.
Ayat-ayat ini menjawab keraguan Cousteau bahwa memang di dasar
samudra ada sumber air tawar yang tidak bercampur dengan air asin.
Batasnya jelas dan seperti tidak tertembus. Sudah pasti, Muhammad yang
hidup sebelum abad 10 Masehi tidak akan punya peralatan canggih,
sehingga pasti ayat-ayat itu bukan tulisan Muhammad.
Sebenarnya di beberapa tempat di Indonesia fenomena mirip ini pun
ada, yaitu adanya sumber air tawar di pantai – dan baru terlihat ketika
air laut surut. Secara aneh, kantong-kantong air tawar ini terisolasi
dari air laut di sekelilingnya, dan air laut tersebut tidak bisa
menembus batas keduanya.
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Semua yang ada di bumi itu akan binasa.
Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadaNya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan .
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Sungguh tidak berat bagi Allah memelihara semua mahluk, semata karena
kasih sayang-Nya. Sekalipun semua air di lautan dijadikan tinta,
niscaya tidak akan cukup untuk menuliskan nikmat Allah bagi semesta
alam. Kalau ada manusia berani mendustakan lautan nikmat dari Allah,
sungguh ia adalah orang yang tak berakal dan pantas beroleh laknat.