Jumat, 22 Juni 2012

~* Nikmat Mana yang Pantas Didustakan? *~




Yang Maha Pengasih
Yang telah mengajarkan Al-Qur’an
Dia menciptakan manusia
Mengajarnya pandai berbicara
Matahari dan bulan menurut perhitungan
Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya
Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca
Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu
Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu
(QS Ar-Rahman 1-9)

Terpana! Itulah yang terjadi pada kebanyakan orang saat membaca bahasa indah dan makna tersirat dalam surat Ar-Rahman ini. Kalimat-kalimat indah ini menunjukkan betapa manusia harus bersyukur karena besarnya kasih sayang Allah, karena Allah mengatur alam sedemikian rupa hingga kita beruntung.

menjaga keseimbanganAllah mengajarkan manusia membaca. Kata Al-Qur’an secara harafiah bermakna bacaan, dan bacaan baru punya arti bila kita bisa membacanya. Bukan sekedar bacaan, Al-Qur’an adalah ilmu yang menuntun, referensi sepanjang jaman bagi manusia yang berakal.
Allah mengajarkan manusia untuk berbicara. Bukan sekedar bersuara, tetapi berkomunikasi dengan suaranya itu. Tidak satu bahasa, melainkan jutaan bahasa lokal hingga ada yang menjadi bahasa pergaulan internasional. Perbedaan adalah rahmat, dan dengan rahmat itu lahirlah rasa syukur.

Matahari dan bulan diciptakan bukan sekedar menjadi hiasan langit, tetapi dijadikannya pergiliran siang dan malam telah menjelma menjadi perhitungan almanak. Kita sekarang mengenal dua jenis kalender, yakni kalender berbasis syamsiah (matahari) dan qomariyah (bulan).

Allah menjanjikan tumbuh-tumbuhan dan pepohonan yang diciptakan-Nya untuk selalu tunduk pada aturan-Nya. Berkembang, berbuah, beranak-pinak selaras dengan musim. Kita jadi mengenal musim buah mangga, musim rambutan, panen raya anggur, panen raya kakao, rotasi penanaman padi dan kedelai, dan sebagainya.

Langit yang ditinggikan dan neraca yang diletakkan Allah di bawahnya – menurut saya menunjukkan betapa luas semesta alam ini, namun tetap ada hukum keseimbangan yang harus dipelihara. Neraca menunjukkan timbangan yang harus setimbang, dan manusia dilarang berlebihan dengannya atau mengurangi takarannya – karena hanya akan membuat neraca tersebut tidak seimbang.

Terkait dengan semua penciptaan langit dan seisinya, Allah yang Maha Pengasih menghendaki keseimbangan. Manusia yang diajari untuk membaca dan berbicara, sebagai mahluk berderajat tertinggi mengemban amanat memelihara keseimbangan. Manusia punya tugas untuk menegakkan neraca itu.

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Bahkan penjelajah lautan Jacques Cousteau konon memeluk Islam setelah membaca ayat 19 – 22 surat ini.

underground river - Luray Caverns, Virginia
(undeground river, Luray Caverns, Virginia USA)

Sebagai peneliti kelautan, Cousteau menjumpai banyak keanehan di dalam samudra yang hanya bisa ditemui dengan berbagai peralatan ekspedisinya yang canggih. Salah satu keajaibannya adalah bertemunya aliran air tawar dan air asin di laut tanpa bercampur satu sama lain.

Kita ingat, dalam kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir, kediaman sang nabi yang berpengetahuan luas itu adalah tempat bertemunya aliran air asin dan tawar. Ada yang menyebutnya muara sungai, tapi penafsir lain mengatakan memang ada tempat seperti itu – yaitu antara air asinnya dan air tawarnya tidak bercampur (sementara di muara air asin dan air tawar bertemu hingga membentuk air berasa payau). Namun ada penafsir lain yang menganggap ayat ini adalah kiasan. Saya tak hendak memperselisihkan hal itu di sini.

Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu,
antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing .
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
(QS Ar-Rahman 19-23)

Mutiara berasal dari kerang yang hidup di laut, sementara marjan berasal dari karang-karangan yang berwarna-warni di laut. Jadi indikasinya, yang disebut tempat pertemuan itu bukanlah muara sungai tetapi memang laut yang mengalirkan sumber air tawar.

Ayat-ayat ini menjawab keraguan Cousteau bahwa memang di dasar samudra ada sumber air tawar yang tidak bercampur dengan air asin. Batasnya jelas dan seperti tidak tertembus. Sudah pasti, Muhammad yang hidup sebelum abad 10 Masehi tidak akan punya peralatan canggih, sehingga pasti ayat-ayat itu bukan tulisan Muhammad.

Sebenarnya di beberapa tempat di Indonesia fenomena mirip ini pun ada, yaitu adanya sumber air tawar di pantai – dan baru terlihat ketika air laut surut. Secara aneh, kantong-kantong air tawar ini terisolasi dari air laut di sekelilingnya, dan air laut tersebut tidak bisa menembus batas keduanya.

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Semua yang ada di bumi itu akan binasa.
Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadaNya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan .
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Sungguh tidak berat bagi Allah memelihara semua mahluk, semata karena kasih sayang-Nya. Sekalipun semua air di lautan dijadikan tinta, niscaya tidak akan cukup untuk menuliskan nikmat Allah bagi semesta alam. Kalau ada manusia berani mendustakan lautan nikmat dari Allah, sungguh ia adalah orang yang tak berakal dan pantas beroleh laknat.