Selasa, 08 Mei 2012

~* Indeks Al-Qurãn *~


~* Indeks Al-Qurãn *~

 


Naquib Alatas dan Nurcholis Madjid
Pernah berdebat tentang Allah musytaq atau jamid
Recok yang demikian
mereka bilang kemajuan
Omong tak keruan
mereka bilang pembaharuan
Mereka pun mengatakan bahwa Al-Qurãn belum membumi
Lalu sambil kasak-kusuk begitu-begini
Mereka sibuk menggali kuburan
untuk mengebumikan Al-Qurãn!
Banyak orang bicara tentang Al-Qurãn
tapi tak bicara menurut Al-Qurãn
Banyak orang berbicara bagaimana memahami Al-Qurãn
tapi tak ada yang mau meng-Al-Qurãn-kan paham
Al-Qurãn tak lagi jadi imam, tapi sudah lama jadi ma’mum
Manusia tak berjalan mengikuti Al-Qurãn
Al-Qurãnlah yang harus berjalan sesuai kemauan insan
Ada yang gembar-gembor soal reaktualisasi
seolah Al-Qurãn sudah basi
Al-Qurãn yang mestinya jadi subjek malah dibuat objek
Ya! Apa boleh buat, tahi kambing jadi obat
Orang sinting ambil Al-Qurãn, untuk dibuat ganjal pantat!


Maka Al-Fatihah, sang pembuka, tidak membuat mata hati terbuka
Al-Baqarah pun jadi sapi betina yang mandul
Ali ‘Imran, keluarga Imran, bukan lagi pelaku sejarah mengandung ‘ibrah, dan
An-Nisa, kaum wanita, seolah rela jadi suluh neraka
Al-Maidah, hidangan langit, dianggap makanan getir dan pahit
Al-An’am, sang hewan, muncul sebagai teladan kehidupan
Al-A’raf, tempat tertinggi, tak pernah didaki; sehingga kearifan yang tinggi tak pernah dimiliki
Maka seperti Al-Anfal, pampasan perang, begitulah umat Islam sekarang!
At-Taubah, seruan kembali, tak pernah menjadi panggilan pulang
Yunus, Hud dan Yusuf hanya jadi tokoh-tokoh dongengan
Ar-Ra’du, sang guruh, seolah berhenti menggemuruh di tengah amuk nafsu yang riuh
Ibrahim seperti sia-sia berdoa mengimbau anak-anaknya
Al-Hijr, sang bukit keangkuhan, telah membelenggu mereka semua
Al-Isra, perjalanan agung sang rasul, tak lagi membias-memantul
Al-Kahfi, penghuni goa, terkuburlah dalam goa yang panjang dan gulita
Maryam putus asa menggoyang batang kurma kering, sia-sia
Thãhã seolah seruan di tengah malam di gurun sahara
Al-Anbiya, para nabi yang mulia tentu berduka semuanya
Karena Al-Hajj tidak berjihad
Dan yang mengaku Al-Mu’minun hanya melamun
Wahai, sudah kaburkah pancaran cahayamu, An-Nur?
Sehingga Al-Furqan tidak lagi jadi pemilah antara benar dan salah?
Asy-Syu’arã, para penyair, kata-kata merekalah yang kini ramai disitir
Gigitan An-Naml, semut, hanya membuat mereka bersungut-sungut
Al-Qashas, kisah-kisah sejarah, tak berhasil membuka mata hati buta parah
Seolah semua manusia kalang-kabut alias kal-Ankabut,
seperti laba-laba, bikin sarang dari kentut
Mereka tak mau belajar dari sejarah Ar-Rum
Sehingga As-Sajdah, kepatuhan, mereka tujukan kepada setan
Mereka terjerembab menjadi Al-Ahzab,
golongan yang bersekutu dengan iblis biadab
Mereka enggan seperti ratu Saba, menyambut da’wah Sulaiman dengan rela
Ya Fãthir! Sang Mahapencipta! Masih tetapkah Engkau memanggil nurani mereka?
Kini Yaasin cuma bacaan malam Jum’at dan dijadikan jimat
Sedangkan Ash-Shaffat, umat yang berbaris bershaf-shaf tak lagi terlihat
Ketika surat Shãd menegaskan Al-Qurãn sebagai pemberi peringatan,
manusia asyik membentuk Az-Zumar, rombongan-rombongan pembuat kebohongan
sambil mendabik dada mengaku ana Al-Mu’min!
Fushilat, wahyu yang dijelaskan Tuhan, dicemari aneka penafsiran
Asy-Syura, musyawarah, diadakan untuk melahirkan teori-teori mentah
Kesarjanaan menjadi Az-Zukhruf, perhiasan kebanggaan
Tak sadar bahwa itulah Ad-Dukhaan! kabut penyamar kebenaran
Ah, mengapa kita jadi Al-Jatsiyah setengah-setengah,
badan kita bersimpuh tapi hati kita angkuh?
Padahal di mata-Nya kita hanya umpama Al-Ahqaaf , bukit pasir
yang mudah dibuyar angin semilir!
Ya, Muhammad Rasulullah! tiap tahun orang memestakan kelahiranmu
tapi ogah menghidupi Sunnahmu!
Maka tak aneh jika Al-Fath kemenangan – itu tak kunjung datang
Karena dada umat telah menjadi Al-Hujuraat,
kamar-kamar yang disesaki ajaran sesat
Surat Qaaf menyebut kemulian Al-Quran
Tapi setan pun meniupkan Adz-Dzariyaat, angin yang menerbangkan kesadaran
Ataukah At-Thur, sang bukit membuat kesadaran sulit bangkit?
Sehingga An-Najm, sang bintang, juga tak mampu mengusir gulita kelam?
Sehingga ajaran Ar-Rahman, sang pemurah dipandang murah?
Oh! bilakah datangnya Al-Waqi’ah, kiamat pemusnah?
Di tengah Al-Hadid, sang besi, menjadi penunjang tekhnologi pelupa diri
Dan wanita sudah menjadi Al-Mujaadilah yang menggugat iradah
Al-Hasyr, pengusiran, dilakukan bagi penyeru kebenaran
Al-Mumthahanah, wanita yang diuji, ramai-ramai berbuat keji menjual diri
Di seantero bumi terpancang Ash-Shaf, barisan perlawanan ajaran
Dan Al-Jumu’ah, hari Jum’ah, hanya diberisiki khotbah-khotbah murah
Di tengah Al-Munafiqun, orang-orang munafik, bebas berlomba menyebar syirik
Bilakah datangnya At-Taghãbun, penelanjangan, saat terangnya mata rabun dan kuping pikun?
Sedangkan At-Thalaq sudah dijatuhkan kepada pembangun akhlak?
Manusia ramai memaklumkan At-Tahrim, pengharaman, atas kebenaran,
untuk membentuk Al-Mulk, kerajaan, yang dikomando setan
Maka peringatan lewat Al-Qalam pantas tak mempan
Mungkin mereka menanti bukit Al-Hãqah, kiamat penyudah
Sambil membuat Al-Ma’rij, tempat-tempat naik
Tak ubahnya kaum Nuh yang menantang dakwah dengan pongah
Mereka dukung Al-Jin jadi pemimpin
Menjadikan mereka Muzzamil dan Mudatsir
yang merasa nyaman berselimut kezhaliman
Wahai, kapankah Al-Qiyãmah datang memusnahkan semua?
Al-Insan makin tenggelam dalam kelupaan
mengabaikan Al-Mursalat, para utusan
yang membawa An-Naba, berita luar biasa
Mereka tidak ingat bakal tiba An-Naazi’at, malaikat pencabut hayat
Bahkan mereka menjadi Abasa, bermuka masam pada penguasa jagat raya
Wahai Gusti Yang Agung, kapan datangnya At-Takwir menggulung manusia linglung?
Kapan saatnya Al-Infithaar, langit terbelah menggelegar?
Al-Muthaffiffin, orang-orang curang, sudah lama menantang
Kapan saatnya Al-Insyiqaaq, saat langit terkuak?
Dan Al-Burûj, gugusan bintang, berguguran menimpa manusia binatang?
Pada saat Al-A’laa, posisi paling tinggi ditempati orang-orang tak berbudi,
bukankah sudah pantas Kau datangkan Al-Ghaasyiyah, peristiwa dahsyat pemusnah?
NabiMu dulu datang menguak gelap Al-Fajr
Tapi manusia memilih dunia jadi Al-Balad, neeri tempat murtad
Bakan ketika Al-Fajr menjadi Asy-Syams, matahari yang menerangi bumi,
manusia-manusia keji malah bersembunyi
Mereka malah girang ketika Al-Lail, sang malam, mengkelamkan kehidupan
Tapi benarkah, ya Allah, bahwa Ad-Dhuha, sang surya pagi sedang naik lagi?
Ah, mana mungkin demikian, jika Al-Qurãn sebagai Insyirah, pelapang kehidupan tidak difungsikan
Dan At-Tĩn – seperti juga yang lain –
disebutkan sebagai perumpamaan bukti kebenaran firman
Bahwa manusia hanya dari Al-Alaq, segumpal darah
yang bisa mendapatkan Al-Qadr, kemuliaan, jika hanya padaNya pasrah
Dan sudah terbentang Al-Bayyinah, bukti yang pasti
Dan itu telah menimbulkan Az-Zalzalah, kegoncangan
Tapi manusia bergegas memanjat Al-‘Adiyaat, kuda perang,
lalu menghadang seruan iman dengan garang
Begitulah kenyataan sejarah; manusia tak takut Al-Qaari’ah, kiamat pemusnah
Mereka terus ber-Takãtsur,
bermegah dan pongah sepanjang umur
Padahal Al-Ashri, sang waktu, pasti datang menagih utang
Namun masih saja manusia jadi Al-Humajah, pengumpat keparat
Dan hidup sebagai Al-Fiil, gajah, bagi orang-orang kecil
Atau seperti Quraisy yang kepada nabiMu dulu begitu bengis?
Mereka serakahi Al-Maa’ûn, barang-barang berguna,
yang mestinya jadi milik bersama
Mereka mau Al-Kautsar, nikmat yang banyak,
hanya untuk mereka anak-beranak
Mereka memang Al-Kaafirûn, kafir turun-temurun!
Sebenarnya mereka perlu An-Nashr, pertolongan Tuhan
Tapi Al-Lahab, gejolak api nafsu mereka selalu membakar benih iman
Mereka tak pernah peduli Al-Ikhlash yang mengajak hidup tulus iklas
Begitulah keadaan Al-Falaq
makhluk bernama An-Nãs, manusia, dari masa ke masa
***