~* Bercermin Diri Seadilnya *~
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Dalam
hidup seharian, kita sangat sering dan merasakan nikmat ketika
bercermin. Kita tidak pernah bosan sekali pun. Padahal, wajah yang kita
tatap itu-itu juga. Aneh bukan? Bahkan, hampir pada setiap kesempatan,
kita selalu menyempatkan diri untuk bercermin. Mengapa demikian? Kita
ingin selalu berpenampilan baik, bahkan sempurna. Kita sangat tidak
ingin terlihat mengecewakan. Apalagi kusut masam dan berantakan tidak
karuan. Ini semua tidak dapat dinafikan. Penampilan adalah cermin
pribadi kita.
Orang
beriman yang rapi, tertib, dan bersih, maka pribadinya juga akan
cenderung rapi, tertib, dan bersih. Sebaliknya, orang yang penampilannya
berserabut, karakter pribadinya biasanya tidak jauh berbeda.
Tentu saja, penampilan rapi, tertib, dan bersih itu, insya Allah
akan menjadi kebaikan, selama niat dan caranya benar. Apa saja niat
yang benar itu? Niat agar orang lain tidak terganggu dan terkecewakan,
niat agar orang lain tidak berprasangka buruk, atau juga niat agar orang
lain senang dan nyaman dengan penampilan kita.
Selain itu, yang paling penting adalah, Allah suka dengan penampilan yang indah dan rapi sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Innallaha jamiilun yuhibbul jamaal, sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan".
Hindari
niat untuk menjerumuskan orang lain. Mungkin awalnya mereka akan
terpesona pada penampilan kita. Akan tetapi, ujung-ujungnya hati
mereka malah tergelincir dan menimbulkan penyakit. Tentu saja, dalam hal
ini kita menanam saham karana menimbulkan dosa pada orang tersebut. Na'udzhubillah.
Hal
lain yang sering membuat kita terlena adalah, kita jarang berfikir
bahwa selama ini kita baru sibuk bercermin "topeng" belaka. Topeng make up
berupa seragam, sorban, tudung atau aksesori lainnya. Tanpa disadari,
kita sudah ditipu dan diperbudak "topeng" buatan sendiri.
Terkadang,
kita sangat ingin agar orang lain menganggap diri ini lebih dari
kenyataan yang sebenarnya. Kita ingin tampak lebih pandai, lebih gagah,
lebih cantik, lebih kaya, lebih soleh, lebih suci dan aneka kelebihan
lainnya.
Pada
akhirnya, selain harus bersusah payah agar "topeng" ini tetap melekat,
kita pun akan dilanda tegang dan waswas. Mengapa? Kita sangat takut
"topeng" kita akan terbuka dan orang lain tahu siapa kita sebenarnya.
Tentu
saja, tindakan tersebut tidak sepenuhnya salah. Wajar saja kita
menutupi aib diri sendiri. Adalah suatu kesalahan jika kita malah
membuka aib diri yang selama ini telah ditutupi oleh Allah SWT.
Yang
perlu selalu diingat, jangan sampai kita terlena dan tertipu oleh
"topeng" sendiri. "Topeng" akan membuat kita tidak mengenal diri yang
sebenarnya. Kita juga akan terkecoh oleh penampilan luar.Sebab itu,
marilah kita jadikan saat bercermin adalah saat yang tidak hanya
disibukkan oleh "topeng". Akan tetapi, yang terpenting adalah bagaimana
isinya, yaitu diri kita sendiri.
Berdialoglah
dengan diri, "Wahai tubuh, seperti apa gerangan isi hatimu? Apakah
tubuhmu sebagus kata-katamu atau malah sekelam kotoran-kotoran yang
melekat di tubuhmu? Apakah hatimu segagah ototmu atau selemah daun-daun
yang mudah gugur? Apakah hatimu seindah penampilanmu atau malah sebusuk
kotoran-kotaranmu?"
"Wahai
tubuh apakah kau ini makhluk mulia atau menjijikkan? Berapa banyak aib
nista yang engkau sembunyikan di balik penampilanmu ini?"
"Wahai
tubuh, apakah engkau yang kelak akan penuh cahaya, bersinar, bersuka
cita, bercengkerama di surga? Atau tubuh yang akan tercabik-cabik hancur
mendidih di dalam lahar Jahanam, yang akan terus terasa tanpa ampun,
memikul derita tiada akhir?"
Sungguh!
Betapa banyak perbedaan antara yang tampak di cermin dengan apa yang
tersembunyi. Betapa yang kulihat selama ini hanyalah "topeng", hanyalah
seonggok sampah busuk yang terbungkus "topeng-topeng" duniawi.
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
...Salam Ukhuwah.... ...