TEMPAT KEMBALI YANG HAKIKI …
Secara fitrah,
segala sesuatu selalu punya kecenderungan untuk kembali kepada fitrah asalnya.
Saripati tanah pastilah punya keinginan untuk kembali kepada tanah pula.
Siapapun tidak akan bisa menolak bahwa saripati tanah yang boleh jadi bentuknya
berbeda-beda, misalnya, dalam bentuk tubuh manusia, tubuh hewan, dan tanaman,
pada saat yang tepat pastilah akan kembali menjadi tanah. MATI.
Oleh sebab itu
untuk kembali membuka kesadaran kita kepada yang tidak sama dengan tanah, yang
bukan tanah, maka janganlah coba-coba untuk membawa-bawa tanah itu
menghadap kepada yang bukan tanah. Jangan bawa mata untuk melihat yang
bukan tanah. Jangan bawa telinga untuk mendengar yang bukan tanah. Jangan bawa
otak untuk memikirkan yang bukan tanah. Jangan bawa dada untuk merasakan yang
bukan tanah. Karena mata, telinga, otak dan dada itu nanti akan sirna dimakan
ulat dan belatung setelah semuanya itu ditanam kembali di dalam tanah, setelah
semua itu tidak berfungsi. MATI.
Tapi jangan
pula mata, telinga, otak dan dada itu dimatikan seperti ajaran mematikan dan
menutup “hawa songo” dalam praktek kebatinan tertentu. Hanya lewati saja
kesemuanya itu seperti lewatnya angin dan cahaya di udara terbuka yang tidak
ada tumbuhan, tidak ada bangunan, tidak ada gunung yang menghalangi. Tanpa
hambatan, tanpa tekanan. Atau RILEKS dalam bahasa populernya. Seperti rileksnya
mata, telinga, otot, otak dan dada seorang bayi. Nggak susah kok untuk rilkes
ini. Sudah rileks….???.
Kalau sudah,
maka hampir secara otomatis kita akan mempunyai kesadaran bahwa kita ternyata
meliputi seluruh Nafs atau diri kita. Lalu lupakan sajalah seluruh atribut dan
fenomena Nafs itu. Lalu yang tinggal adalah SAYA, Sang MIN-RUHI, SANG
BASHIRAH, SANG AKU DIRI.
Nah…, mari kita
lanjutkan tentang bagaimana proses Sang Aku Diri ini luruh ke dalam
pelukan Sang Aku Hakiki, ALLAH:
·
Sekarang munculkan afirmasi atau niat, bahwa saya
tidak tahu tentang Allah. Saya tidak tahu bagaimana cara sadar dan ingat kepada
Allah (DZIKIRULLAH). Karena yang tahu tentang Allah adalah Allah sendiri. Lagi
pula…, sudah sekian lamanya saya TERTUTUP oleh kecenderungan Nafs (Hawa un
Nafs) untuk SADAR dang INGAT kepada ALLAH. Oleh sebab itu mulai saat ini, saat
ini juga, tanamkanlah sebuah afirmasi atau niat yang kuat bahwa saya punya
Tuhan yang Nama-Nya adalah ALLAH.
·
Kemudian munculkan sebuah rasa ingin yang sangat kuat
(jahadu) agar diajarkan oleh Allah tentang Allah sendiri.
“Allahumma ‘ala
dzikrika”
Ya Allah
dzikirkan saya, ingatkan dan sadarkan saya.
Ajarkan saya
untuk bisa ingat dan sadar kepada-Mu.
Saya tidak bawa
apa-apa selain hanya PENGETAHUAN bahwa Engkau Maha Meliputi Segala Sesuatu dan
Engkau tidak sama dengan segala apapun juga”.
Kalau perlu
ulangilah niat untuk ingin di tuntun oleh Allah ini dengan kerendahan hati yang
amat sangat (tadarru’).
·
Saya lalu mengucapkan langsung (tanpa perantara dan wasilah
apapun) kepada Wajah Sang Maha Meliputi ungkapan persaksian dan
shalawat sebagai berikut:
Bimillahirrahmanirrahim,
Asyhadu anlaa
ilaaha illallah,
Wa asyhadu anna
muhammadan rasulullah.
Allahumma shalli
‘ala Muhammad wa’ala ali Muhammad.
·
Lalu panggil-panggillah Nama Sang Maha Meliputi itu
dengan teguh:
Ya Allah…, Ya
Rahman…!.
Ulangilah
memanggil-manggil Ya Allah, Ya Rahman ini beberapa kali dengan
kerendahan hati yang amat sangat, sampai nantinya muncul tarikan rohani kearah
yang Maha Tinggi. Biasanya munculnya tarikan rohani ini tidaklah terlalu lama
setelah kita memanggil-manggil Allah. Paling dalam hitungan menitan. Kalau
dalam waktu 3 menit berselang belum juga muncul tarikan rohani ini, maka jangan
diteruskan. Percuma saja. Karena kalau sudah lebih dari 3 menit tapi nggak ada
tarikan rohani juga, maka yang muncul kemudian adalah fikiran kita. Kita mulai
mikirin tentang bagaimana tarikan rohani itu, bagaimana direspon Tuhan, dan
sebagainya. Kalau sudah begini maka istirahatlah sebentar, dan kemudian
mulailah lagi dari awal.
·
Kalau tarikan rohani itu muncul, maka jangan takut,
jangan dilawan, dan jangan dipikirkan. Karena kalau takut, atau dilawan, atau
dipikirkan, maka seketika itu juga tarikan itu akan lenyap. Sebenarnya tarikan
rohani itu hanyalah sebuah pergerakan kesadaran kita saja dari kesadaran
ketubuhan (Nafs) menuju kesadaran yang mengatasi Nafs menuju
ketidakberhinggaan. Akan tetapi, dalam pergerakan kesadaran demi kesadaran itu
kita seperti DITUNTUN. Jadi bukan karena usaha kita sendiri lagi. Tapi
dituntun, ditarik. Nah…, ikuti sajalah tuntunan itu. Biasanya respon akibat
dari adanya tuntunan itu adalah, dada kita berguncang, atau tepatnya
diguncangkan dari dalam, sehingga kita bisa dibuat histeris, menangis dan
bahkan tersungkur saking dahsyatnya tarikan rohani itu.
·
Kemudian pada saatnya, respon dengan rasa ditariknya
rohani kita itu akan berhenti dan berganti dengan munculnya rasa tenang, damai,
luas yang dalam bahasa Al Qur’an disebut dengan TALINU (lihat Az Zumar
23).
·
Dan bacalah, IQRA suasana tenang, damai, dan luas itu,
karena disana sungguh sangat tidak terhingga ilmu pengetahuan maupun solusi
dari berbagai persoalan. Di wilayah itu semuanya digeletakkan begitu saja oleh
Allah untuk menunggu manusia-manusia yang mau otaknya dialiri fikiran Tuhan,
yang mau dadanya dialiri oleh kehendak Tuhan. Ya…, manusia yang mau menjadikan
dirinya sebagai wakil Tuhan, yang mau meneruskan tongkat estafet perjuangan
Rasulullah. “Sedangkan untuk bekalnya…, semuanya dari-Ku”, kata Allah
menjamin. Kita hanya tinggal memunguti bekal itu sesuai dengan kebutuhan.
·
Lalu nikmatilah hasil dari IQRA (membaca) suasana per
suasana itu dalam bentuk RASA MENGERTI (NGEH).
Catatan:
Oleh sebab itu
selalulah perkuat rasa mau belajar kepada Allah, berguru kepada Allah. Lalu
tanamkan juga niat yang kuat bahwa saya akan IKUT MAU-NYA ALLAH. Sikap ini
merupakan sikap dasar yang harus dimiliki oleh seseorang yang tidak tahu dan
ingin menjadi tahu. Karena memang hanya inilah modal kita yang ada pada kita.
Dengan sikap ini kita dituntun untuk SADAR PENUH kepada Tuhan. Kalau sudah
sadar penuh kepada Allah, maka kita dengan senang hati akan ikut mau-Nya Allah.
Dan kalau kita sudah ikut mau-Nya Allah maka kita akan dituntun dari satu
keadaan ke keadaan lain, dari satu suasana ke suasana lain, dari satu
pengetahuan ke pengetahuan lain. Bukankah tuntunan Tuhan ini yang selalu kita
pohonkan dalam setiap shalat kita…?. Kita selalu mengeluhkan kepada Allah: “Iyyaka
na’budu wa iyya ka NASTA’IN…?”. Tuntun saya ya Allah…!.
·
Nah…, kalau suasana ajar mengajar antara seorang hamba
dengan Sang Maha Guru, ALLAH, ini sudah bisa kita dapatkan, maka tinggal kita
nikmati saja pemahaman-pemahaman yang lainnya, misalnya:
Ø
Tuhan itu siapa..?.
Tuhan adalah
yang Dzat Yang Maha Dahsyat, Sang Pencipta alam semesta dengan tidak sia-sia,
bumi, matahari, bintang-bintang, tumbuhan, termasuk diri kita. Seluruh
ciptaan-Nya bermanfaat, tidak ada yang sia-sia. Malaikat, bahkan iblis
sekalipun akan bermanfaat bagi manusia. Deerrr…!, maka masukilah wilayah
KESADARAN akan kedahsyatan Tuhan itu.
Ø
Tuhan Maha Meliputi segala sesuatu.
Kita, tubuh
kita juga diliputi Nya. Amati liputan Tuhan itu terhadap jantung, darah,
paru-paru, otak, semuanya. Nafas kita juga diliputi oleh Tuhan. Amati kerja
tuhan pada tubuh kita. Ternyata karsa, keinginan, kesibukan
Tuhanlah yang bekerja atas semua yang ada di dalam tubuh kita itu. Seperti juga
karsa Tuhan terhadap alam semesta. Deerrr…!. Masukilah wilayah
KESADARAN akan kedahsyatan karsa Tuhan itu. Lalu histeris, terpana, terkapar,
adalah sebuah keniscayaan saja.
Ø
Sadari akan alam RASA melihat, alam RASA
mendengar, alam RASA tahu, masuklah ke wilayah KESADARAN RASA-RASA itu tadi.
Nanti kita akan
dibawa sadar, dituntun sadar bahwa ternyata yang melihat itu
bukanlah mata saya, tapi ada rasa melihat yang mengalir melewati mata itu. Kita
akan dibawa untuk sadar bahwa yang mendengar itu ternyata bukanlah telinga
saya, tapi ada rasa mendengar yang mengalir melewati telinga itu. Kita akan disadarkan
pula bahwa yang tahu itu bukanlah otak saya, tapi ada rasa tahu yang mengalir
melewati otak saya. Begitu juga dengan rasa tenang, damai, dan bahagia.
Ternyata semuanya itu hanya sekedar rasa yang dialirkan melewati dada saya.
Amatilah semua alam rasa-rasa tadi itu. Karena disitu juga sangat kaya,
melimpah ruah, dengan pengajaran dan tahu. Akan tetapi bagi yang mau masuk ke
wilayah kearifan, maka semua pengajaran dan tahu tadi itu hanya akan dilihat
dengan selayang pandang saja. Karena semua itu adalah hijab yang akan menutupi
kesadaran kita terhadap Sang Maha Mengalirkan rasa itu kepada kita.
Ø
Masuklah ke dalam kesadaran atas rasa melihat, rasa mendengar, dan rasa tahu
itu.
Nanti kita akan
dibawa kepada kesadaran baru bahwa semuanya itu ternyata adalah RASA MILIK
ALAM. Oleh sebab itu jangan diaku. Ya…, semua ternyata adalah rasa
melihat milik alam, rasa mendengar milik alam, rasa tahu milik alam. Yang ada
adalah rasa alam semesta…!. Tegasnya…, yang ada adalah alam…!.
Ø
Jangan mau berhenti di kesadaran alam semesta ini. Masuklah ke dalam kesadaran
yang lebih dalam. Masuklah dengan niat, atau afirmasi bahwa:
ü
Alam ini diadakan oleh Allah.
ü
Ooo…, kalau begitu yang ada hanyalah alam dan Allah.
ü
Alam adalah qodrat dari Allah.
ü
Sehingga yang ada adalah qodrat Allah dan Allah.
ü
Qodrat Allah kembalikan ke Allah
ü
Sehingga yang tinggal, Yang ADA hanyalah ALLAH.
Ø
Lalu tegaskanlah:
laa ilaha
illallah
Ø
Lalu bertasbihlah:
subhanallah
alhamdulillah
laa ilaha
illallah
Allahu Akbar.
Laa haula wala
quwwata illa billah.
Ø
Lalu akan muncul pekikan HU…, HU…, HU…!
Ø
Lalu akan muncul rasa patuh dan sujud sebagai seorang hamba kepada Allah.
Ø
Lalu………….!,
Ø
Lalu………….!.
Nah…,
demikianlah sekilas saya mencoba menggambarkan secara verbal sebuah proses yang
kalau dialami langsung akan jauh lebih dahsyat dari hanya sekedar bahasa tertulis
seperti ini. Nah silahkanlah masuk sendiri-sendiri ke dalam suasana dan
kesaksian seperti di atas. Maka anda akan menangguk manfaat yang tak
terkirakan.
MEMAKAI BAJU KESADARAN…
Begitulah…,
kalau kita mau dituntun oleh Allah suasana per suasana, maka tinggal kemudian
suasana itu kita pakai sebagai “baju” kita sehari-hari. Misalnya, saat diri
kita ditimpa oleh berbagai masalah yang rumit, kita langsung saja buru-buru
membawa masalah itu kepada Allah. Dan dengan sangat mengherankan kita akan ditarok
di atas masalah itu sehingga kita tinggal memunguti solusi yang cocok untuk
menyelesaikan masalah itu. Walau pun nanti hasilnya tidak sesuai dengan apa
yang kita inginkan, itu masalah lain lagi. Nggak usah dicampur adukkan antara
hak kita dengan hak Allah. Percaya sajalah bahwa Allah tahu persis apa-apa yang
terbaik buat kita.
Apapun
juga…, omongkanlah kepada Allah, berbisiklah kepada Allah. Karena Allah
memang adalah satu-satunya ALAMAT yang sangat jelas untuk tempat kita
menyampaikan segala sesuatu. Kalau alamat ini kabur, nggak jelas, maka itu
namanya kita sedang kafir terhadap Allah. Oleh sebab itu sadarkanlah diri kita
atas keberadaan alamat itu. Ini nih…!. INI….!. Hu…, hu… hu…!. Nggak usah
dicari jauh-jauh ke langit yang ke tujuh atau ke alam-alam malakut, alam
jabarut, alam lahut, dan alam-alam lainnya. Deerr…!. Lalu duduklah di
sini memunguti jawaban Allah (Makhraja) atas persoalan kita. Kalau sudah
begitu, maka kita setidaknya bisa merasakan cipratan rahmat sebagaimana
dirasakan oleh para penyambung tangan Rasulullah. Yaitu para sahabat Rasulullah
dan wali-wali Tuhan. Karena sahabat dan penerus Rasulullah itu artinya adalah
orang yang sadar penuh terhadap Tuhan. Sadar penuh. DZIKRULLAH. Sedangkan si
Deka hanyalah wali dari Karima Yuridawati, anak saya.
Sekian. Hanya
Allah yang Maha Tahu.
Deka
Cilegon 18
April 2005,
Jalan Kabel no.
16, jam 06:00
~ ....