Gelar dan Jasa SBY Kepada Inggeris
SBY resmi menjadi Knight of The Bath (Ksatria Agung yang dibaptis) sejak 30 Oktober yang baru lalu. SBY kini menjadi resmi menyandang gelar “Sir”, sehingga namanya menjadi “Sir SBY”, setelah pemberian gelar dari Ratu Elizabet II, pemangku kerajaan Inggris Raya.
Asal punya usul gelar “Knight of The Bath” merupakan bagian dari ritual raja-raja Nasrani untuk mengangkat seseorang menjadi ksatria pada perang salib.
Penganugrahan gelar “Knight of The Bath” digagas oleh Raja George I pada tanggal 18 Mei 1725. Termasuk ritual yang rumit untuk mengesahkan seorang Ksatria Kristen pada abad pertengahan. Ritual yang dimaksud adalah ritual pemandian atau baptis (the bath). Namun, kini, baik sipil maupun militer, bisa mendapatkan gelar tersebut. Sebelumnya gelar ini dikhususkan bagi kalangan militer.
Mereka yang menerima gelar tersebut dianggap sebagai orang yang telah berjasa kepada negara Britania Raya. Lalu pertanyaannya, apa jasa SBY kepada Inggeris, sehingga mendapatkan gelar kehormatan tersebut? Ternyata, di balik gelar tersebut, ada jasa luar biasa yang diberikan oleh SBY kepada kerajaan Inggeris. Penganugerahkan gelar tersebut kemudian dikait-kaitkan dengan jasanya memberikan ladang Gas Tangguh di Papua kepada British Petroleum (BP), perusahan gas milik Inggris.
Hukum Seorang Muslim Menerima Gelar Ksatria Kristen?
Gelar “Knight Grand Cross in Order of The Bath” tersebut bisa diklasifikasikan menjadi dua: Pertama, gelarnya itu sendiri. Kedua, simbol-simbol fisik yang menjadi identitas atau lambang dari gelar tersebut.
Dalam konteks yang pertama, gelarnya itu sendiri, ini merupakan bagian dari hadharah (peradaban) Kufur, yang dibangun berdasarkan akidah Kufur, yaitu Kristen (Nasrani), atas jasa yang diberikan oleh seseorang kepada Kerajaan Salib (Kristen). Selain dibangun berdasarkan akidah Kufur, atau tidak dibangun berdasarkan akidah Islam, gelar tersebut juga bertentangan dengan ajaran Islam.
Karena itu, dalam konteks ini,
hukumnya haram bagi seorang Muslim mengambil dan menggunakan gelar
tersebut. Keharamannya didasarkan pada firman Allah SWT:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Siapa
saja yang mengambil selain Islam sebagai agama, maka sekali-sakali itu
tidak akan diterima darinya. Dia di akhirat pun menjadi orang yang
merugi.” (Q.s. Ali ‘Imran [03]: 85)
“Mengambil selain Islam sebagai agama” di dalam firman Allah di atas, bukan hanya dalam konotasi “agama ritual”, meski dalam pemberian gelar tersebut disertai “ritual pembabtisan”, tetapi juga meliputi “tuntunan hidup”. Sebab, makna “din” di dalam al-Qur’an tidak dibatasi hanya untuk “ajaran ritual dan spiritual”, tetapi juga meliputi “ajaran politik dan kehidupan”. Dengan demikian, larangan “Mengambil selain Islam sebagai agama” meliputi mengambil ideologi, pandangan hidup, gaya hidup dan peradaban Kufur. Jadi, larangan tersebut juga meliputi “mengambil dan menggunakan gelar Kufur”.
Ini yang terkait dengan konteks yang pertama. Adapun yang terkait dengan konteks yang kedua, yaitu lambang dan simbol yang melekat pada gelar tersebut, seperti salib, dan sebagainya, maka ini merupakan masalah madaniyah khashah (bentuk materi spesifik), yang terkait dengan peradaban Kufur (Kristen).
Madaniyah diartikan sebagai sarana, yaitu benda yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari (al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Nidham al-Islam). Seperti besi, mobil, komputer, pedang dan pisau. Hukum asal memanfaatkan benda-benda tersebut bagi seorang Muslim adalah mubah (boleh), karena tidak terkait dengan akidah, keyakinan maupun ideologi tertentu.
Namun, ada jenis madaniyah khashah (spesifik), yang terpengaruh akidah, pemahaman, keyakinan atau ideologi tertentu. Contoh untuk Madaniyah Khashah adalah lambang Salib, Patung, dan sebagainya. Kayu adalah madaniyah yang hukumnya mubah, namun ketika dibentuk menjadi salib, maka kayu salib tersebut statusnya berubah menjadi madaniyah khashah (benda spesifik). Karena telah terpengaruh oleh keyakinan dan pandangan hidup agama tertentu.
Dalam hal ini, seorang Muslim haram memasang kayu salib di rumahnya, atau menjadikannya sebagai aksesoris seperti kalung dan anting-anting yang dipakai. Demikian juga dengan patung baik yang terbuat dari kayu, batu maupun bahan material lainnya. Lambang “Knight Grand Cross” termasuk jenis madaniyah Khashah yang tidak boleh dikenakan oleh seorang muslim. Karena di dalamnya terkandung makna pemahaman tertentu yang bertentangan dengan Islam, yaitu sebagai lambang gelar bagi para Ksatria Salibis yang memerangi Islam.
Lebih jauh, gelar “the Order of The Bath”, yang diterima SBY adalah gelar bernuansa politik. Pemberian yang disertai kompensasi diberikannya ladang Gas Tangguh kepada perusahan Gas Inggris, The British Petroleum (BP). Dengan kata lain, gelar tersebut merupakan bentuk bentuk pengakuan riil Kerajaan Kolonial Inggeris kepada SBY atas “jasanya” kepada kerajaan tersebut, dengan memberikan kekayaan milik umum, berupa ladang gas kepada The British Petroleum (BP), yang nota bene berada dalam kekuasaan kerajaan Inggeris itu.
Karena itu, selain hukum menerima dan menggunakan madaniyah khashah yang diharamkan itu, juga ada keharaman lain, yaitu menyerahkan kekayaan milik umat kepada negara penjajah, Kerajaan Kolonial Inggeris. Padahal, dengan tegas Allah SWT berfirman:
الَّذِينَ يَتَرَبَّصُونَ بِكُمْ فَإِن كَانَ لَكُمْ فَتْحٌ مِّنَ اللّهِ قَالُواْ أَلَمْ نَكُن مَّعَكُمْ وَإِن كَانَ لِلْكَافِرِينَ نَصِيبٌ قَالُواْ أَلَمْ نَسْتَحْوِذْ عَلَيْكُمْ وَنَمْنَعْكُم مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ فَاللّهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَن يَجْعَلَ اللّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً
“Dan Allah sekali-kali tidak akan
memberikan jalan bagi orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang
mukmin.” (Q.s. an-Nisa [04]: 141).
Wallahu ‘alam bi ash shawab.
Oleh: Roni Ruslan (Lajnah Tsaqafiyyah DPP HTI)