أَعُوْذُ بِا للّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Wudlu’ kita sehari-hari, ternyata tidak sekadar membasuh
muka, tangan,
kepala, telinga maupun kaki. Wudlu’ diposisikan sebagai amaliah yang
benar-benar menghantar kita semua, untuk hidup dan bangkit dari
kegelapan jiwa. Dalam Wudlu’lah segala masalah dunia hingga akhirat
disucikan, diselesaikan dan dibangkitkan kembali menjadi hamba-hamba
yang siap menghadap kepada Allah SWT.
kepala, telinga maupun kaki. Wudlu’ diposisikan sebagai amaliah yang
benar-benar menghantar kita semua, untuk hidup dan bangkit dari
kegelapan jiwa. Dalam Wudlu’lah segala masalah dunia hingga akhirat
disucikan, diselesaikan dan dibangkitkan kembali menjadi hamba-hamba
yang siap menghadap kepada Allah SWT.
Bahkan
dari titik-titik gerakan dan posisi yang dibasuh air, ada titik-titik
sentral kehambaan yang luar biasa. Itulah, mengapa para Sufi senantiasa
memiliki Wudlu’ secara abadi, menjaganya dalam kondisi dan situasi apa
pun, ketika mereka batal Wudlu, langsung mengambil Wudlu seketika.
Mari kita buka jendela hati kita. Disana ada ayat Allah, khusus mengenai Wudlu.
dari titik-titik gerakan dan posisi yang dibasuh air, ada titik-titik
sentral kehambaan yang luar biasa. Itulah, mengapa para Sufi senantiasa
memiliki Wudlu’ secara abadi, menjaganya dalam kondisi dan situasi apa
pun, ketika mereka batal Wudlu, langsung mengambil Wudlu seketika.
Mari kita buka jendela hati kita. Disana ada ayat Allah, khusus mengenai Wudlu.
“Wahai
orang-orang yang beriman, apabila engkau hendak mendirikan sholat, maka
basuhlah wajahmu dan kedua tanganmu sampai siku-siku, dan usaplah pada
kepalamu dan kaki-kakimu sampai kedua mata kaki…”
orang-orang yang beriman, apabila engkau hendak mendirikan sholat, maka
basuhlah wajahmu dan kedua tanganmu sampai siku-siku, dan usaplah pada
kepalamu dan kaki-kakimu sampai kedua mata kaki…”
Manusia yang
mengaku beriman, apabila hendak bangkit menuju Allah ia harus berwudlu’
jiwanya. Ia bangkit dari kealpaan demi kealpaan, bangkit dari kegelapan
demi kegelapan, bangkit dari lorong-lorong sempit duniawi dan mimpi di
tidur panjang hawa nafsunya.
Ia harus bangkit dan hadlir di
hadapan Allah, memasuki “Sholat” hakikat dalam munajat demi munajat,
sampai ia berhadapan dan menghadap Allah.
hadapan Allah, memasuki “Sholat” hakikat dalam munajat demi munajat,
sampai ia berhadapan dan menghadap Allah.
Sebelum membasuh muka, kita mencuci tangan-tangan kita
sembari bermunajat:
Ya Allah, kami mohon anugerah dan barokah, dan kami berlindung kepadaMu dari keburukan dan kehancuran.
Ya Allah, kami mohon anugerah dan barokah, dan kami berlindung kepadaMu dari keburukan dan kehancuran.
Lalu
kita masukkan air untuk kumur-kumur di mulut kita. Mulut kita adalah
alat dari mulut hati kita. Mulut kita banyak kotoran kata-kata, banyak
ucapan-ucapan berbusakan hawa nafsu dan syahwat kita, lalu mulut kita
adalah mulut syetan.
kita masukkan air untuk kumur-kumur di mulut kita. Mulut kita adalah
alat dari mulut hati kita. Mulut kita banyak kotoran kata-kata, banyak
ucapan-ucapan berbusakan hawa nafsu dan syahwat kita, lalu mulut kita
adalah mulut syetan.
Mulut kita lebih banyak menjadi lobang
besar bagi lorong-lorong yang beronggakan semesta duniawi. Yang keluar
dan masuknya hanyalah hembusan panasnya nafsu dan dinginnya hati yang
membeku.
besar bagi lorong-lorong yang beronggakan semesta duniawi. Yang keluar
dan masuknya hanyalah hembusan panasnya nafsu dan dinginnya hati yang
membeku.
Betapa banyak dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits, betapa
berlimpah ruahnya fatwa amar ma’ruf nahi mungkar, tetapi karena keluar
dari mulut yang kotor, hanyalah berbau anyir dalam sengak hidung jiwa
kita. Karena yang mendorong amar ma’ruf nahi mungkarnya bukan Alllah,
tetapi hasrat hawa nafsunya, lalu ketika keluar dari jendela bibirnya,
kata-kata indah hanyalah bau anyir najis dalam hatinya.
Sesungguhnya
mulut-mulut itu sudah membisu, karena yang berkata adalah hawa nafsu.
Ayo, kita masuki air Ilahiyah agar kita berkumur setiap waktu.
Bermunajatlah ketika anda berkumur:
mulut-mulut itu sudah membisu, karena yang berkata adalah hawa nafsu.
Ayo, kita masuki air Ilahiyah agar kita berkumur setiap waktu.
Bermunajatlah ketika anda berkumur:
Oh, Tuhan, masukkanlah padaku
tempat masuk yang benar, dan keluarkanlah diriku di tempat keluar yang
benar, dan jadikanlah diriku dari DiriMu, bahwa Engkau adalah Kuasa
Yang Menolongku.
Oh Tuhan, tolonglah daku untuk selalu membaca
KitabMu dan dzikir yang sebanyak-banyaknya, dan tetapkanlah aku dengan
ucapan yang tegas di dunia maupun di akhirat.
KitabMu dan dzikir yang sebanyak-banyaknya, dan tetapkanlah aku dengan
ucapan yang tegas di dunia maupun di akhirat.
Baru kemudian
kita masukkan air suci yang menyucikan itu, pada hidung kita. Hidung
yang suka mencium aroma wewangian syahwat dunia, lalu jauh dari aroma
syurga. Hidung yang menafaskan ciuman mesra, tetapi tersirnakan dari
kemesraan ciuman hakiki di SinggasanaNya.
kita masukkan air suci yang menyucikan itu, pada hidung kita. Hidung
yang suka mencium aroma wewangian syahwat dunia, lalu jauh dari aroma
syurga. Hidung yang menafaskan ciuman mesra, tetapi tersirnakan dari
kemesraan ciuman hakiki di SinggasanaNya.
Oh, Tuhan, aromakan wewangian syurgaMu dan Engkau melimpahkan ridloMu…
Semburkan air itu dari hidungmu, sembari munajatkan
Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari aroma busuknya neraka, dan bau busuknya dunia.
Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari aroma busuknya neraka, dan bau busuknya dunia.
Selanjutnya:
“Basuhlah wajah-wajahmu…”
Dengan
menyucikan hatimu dengan air pengetahuan yang manfaat yang suci dan
menyucikan, baik itu bersifat pengetahuan syariat, maupun pengetahuan
hakikat, serta pengetahuan yang bisa menghapus seluruh
penghalang-penghalang, hijab, antara dirinya dan Allah.
menyucikan hatimu dengan air pengetahuan yang manfaat yang suci dan
menyucikan, baik itu bersifat pengetahuan syariat, maupun pengetahuan
hakikat, serta pengetahuan yang bisa menghapus seluruh
penghalang-penghalang, hijab, antara dirinya dan Allah.
Faktanya
setiap hari kita Wudlu’ membasuh muka kita, tetapi wajah-wajah kita
tidak hadir menghadap Allah, tidak “Fa ainamaa tuwalluu fatsamma
wajhullah…” (kemana pun engkau menghadap, wajah hatimu menghadap arah
Allah).
Kenapa wajah dunia, wajah makhluk, wajah-wajah kepentingan
nafsu kita, wajah-wajah semesta, wajah dunia dan akhirat, masih terus
menghalangi tatapmuka hati anda kepada Allah Ta’ala? Ini semua karena
kebatilan demi kebatilan, baik kebatilan dibalik wajah batil maupun
kebatilan dengan selimut wajah kebenaran, telah membatalkan wudlu jiwa
kita, dan sama sekali tidak kita sucikan dengan air pengetahuan
ma’rifatullah dan pengetahuan yang menyelamatkan dunia akhirat kita.
Hijab-hijab
yang menutupi wajah jiwa kita untuk melihat Allah, sudah terlalu tua
untuk menjadi topeng hidup kita. Kita bertopeng kebusukan, bertopeng
rekayasa, bertopeng kedudukan dan ambisi kita, bertopeng fasilitas
duniawi kita, bertopeng hawa nafsu kita sendiri, bahkan bertopeng ilmu
pengetahuan kita serta imajinasi-imajinasi kita atau jubah-jubah agama
sekali pun.
yang menutupi wajah jiwa kita untuk melihat Allah, sudah terlalu tua
untuk menjadi topeng hidup kita. Kita bertopeng kebusukan, bertopeng
rekayasa, bertopeng kedudukan dan ambisi kita, bertopeng fasilitas
duniawi kita, bertopeng hawa nafsu kita sendiri, bahkan bertopeng ilmu
pengetahuan kita serta imajinasi-imajinasi kita atau jubah-jubah agama
sekali pun.
Lalu wajah kita bopeng, wajah ummat kita penuh dengan
cakar-cakar nafsu kita, torehan-torehan noda kita, flek-flek hitam
nafsu kita, dan alangkah bangganya kita dengan wajah-wajah kita yang
dijadikan landskap syetan, yang begitu bebas menarikan tangan-tangannya
untuk melukis hati kita dengan tinta hitam yang dipanggang di atas
jahanam.
Karena wajah kita lebih senang berpaling, berselingkuh
dengan dunia, berpesta dalam mabuk syetan, bergincu dunia, berparas
dengan olesan-olesan kesemuan hidup, lalu memakai cadar-cadar hitam
kegelapan semesta kemakhlukan.
Banyak orang yang mata kepalanya
terbuka, tetapi matahatinya tertutup. Banyak orang yang mata kepalanya
tertutup, matahatinya terbuka. Banyak orang yang matahatinya terbuka
tetapi bertabur debu-debu kemunafikan duniawinya. Banyak orang yang
sudah tidak lagi membuka matahatinya, dan ia kehilangan Cahaya Ilahi,
lalu menikmati kepejaman matahatinya dalam kegelapan, yang menyangka ia
dalam kebenaran dan kenikmatan.
terbuka, tetapi matahatinya tertutup. Banyak orang yang mata kepalanya
tertutup, matahatinya terbuka. Banyak orang yang matahatinya terbuka
tetapi bertabur debu-debu kemunafikan duniawinya. Banyak orang yang
sudah tidak lagi membuka matahatinya, dan ia kehilangan Cahaya Ilahi,
lalu menikmati kepejaman matahatinya dalam kegelapan, yang menyangka ia
dalam kebenaran dan kenikmatan.
Oh, Allah, bersihkan wajahkku
dengan cahayaMu, sebagaimana di hari Engkau putihkan wajah-wajah
KekasihMu. Ya Allah janganlah Engkau hitamkan wajahku dengan
kegelapanMu, di hari, dimana Engkau gelapkan wajah-wajah musuhMu.
dengan cahayaMu, sebagaimana di hari Engkau putihkan wajah-wajah
KekasihMu. Ya Allah janganlah Engkau hitamkan wajahku dengan
kegelapanMu, di hari, dimana Engkau gelapkan wajah-wajah musuhMu.
Tuhan, sibakkan cadar hitamku dari tirai yang membugkus
hatiku untuk memandangMu, sebagaimana Engkau buka cadar para KekasihMu…
“Dan basuhlah kedua tanganmu sampai kedua siku-sikumu…”
Lalu
kita basuh kedua tangan kita yang sering menggapai hasrat nafsu syahwat
kita, berkiprah di lembah kotor dan najis jiwa kita, sampai pada tahap
siku-siku hakikat kita dan manfaat agung yang ada di sana.
kita basuh kedua tangan kita yang sering menggapai hasrat nafsu syahwat
kita, berkiprah di lembah kotor dan najis jiwa kita, sampai pada tahap
siku-siku hakikat kita dan manfaat agung yang ada di sana.
Tangan
kita telah mencuri hati kita, lalu ruang jiwa kita kehilangan khazanah
hakikat Cahaya hati. Tangan nafsu kita telah mengkorupsi amanah-amanah
Ilahi dalam jiwa, lalu kita mendapatkan pundi-pundi duniawi penuh
kealpaan dan kemunafikan.
Tangan-tangan kita telah merampas
makanan-makanan kefakiran kita, kebutuhan hati kita, memaksa dan
memperkosa hati kita untuk dijadikan tunggangan liar nafsu kita.
makanan-makanan kefakiran kita, kebutuhan hati kita, memaksa dan
memperkosa hati kita untuk dijadikan tunggangan liar nafsu kita.
Tangan-tangan kita telah memukul dan menampar wajah hati yang menghadap
Allah, menuding muka-muka jiwa yang menghadap Allah, merobek-robek
pakaian pengantin yang bermahkotakan riasan indah para Sufi.
Maka basuhlah tanganmu dengan air kecintaan, dengan
beningnya cermin ma’rifat, dari mata air dari bengawan syurga.
Basuhlah tangan kananmu, sembari munajat:
Oh, Allah..berikanlah Kitabku melalui tangan kananku, dan hitanglah amalku dengan hitungan yang seringan-ringannya.
Basuhlah tangan kririmu dengan munajat:
Oh, Allah, aku berlindung kepadaMu, dari pemberian kitabku dari tangan kiriku atau dari belakang punggungku…
Oh, Allah, aku berlindung kepadaMu, dari pemberian kitabku dari tangan kiriku atau dari belakang punggungku…
Lalu, mari kita usap kepala kita:
Karena
kepala kita telah bertabur debu-debu yang mengotori hati kita, memaksa
hati kita mengikuti selera pikiran kira, sampai hati kita bukan lagi
menghadap kepadaNya, tetapi menghadap seperti cara menghadap wajah di
kepala kita, yaitu menghadap dunia yang hina dan rendah ini.
Pada
kepala kita yang sering menunduk pada dunia, pada wujud semesta, tunduk
dalam pemberhalaan dan perbudakan makhluk, tanpa hati kita menunduk
kepada Allah Ta’ala, kepada Asma-asmaNya yang tersembunyi dibalik
semesta lahir dan batin kita, lalu kepala kita memalingkan wajah hati
kita untuk berpindah ke lain wajah hati yang hakiki.
kepala kita yang sering menunduk pada dunia, pada wujud semesta, tunduk
dalam pemberhalaan dan perbudakan makhluk, tanpa hati kita menunduk
kepada Allah Ta’ala, kepada Asma-asmaNya yang tersembunyi dibalik
semesta lahir dan batin kita, lalu kepala kita memalingkan wajah hati
kita untuk berpindah ke lain wajah hati yang hakiki.
Mari kita
usap dengan air Cahaya, agar wajah hati kita bersinar kembali, tidak
menghadap ke arah remang-remang yang menuju gelap yang berlapis gulita,
tidak lagi menengok pada rimba duniawi yang dipenuhi kebuasan dan liar
kebinatangannya.
usap dengan air Cahaya, agar wajah hati kita bersinar kembali, tidak
menghadap ke arah remang-remang yang menuju gelap yang berlapis gulita,
tidak lagi menengok pada rimba duniawi yang dipenuhi kebuasan dan liar
kebinatangannya.
Kepala-kepala kita sering menunduk pada
berhala-berhala yang mengitari hati kita. Padahal hati kita adalah
Baitullah, Rumah Ilahi. Betapa kita sangat tidak beradab dan bahkan
membangun kemusyrikan, mengatasnamakan Rumah Tuhan, tetapi demi
kepentingan berhala-berhala yang kita bangun dari tonggak-tonggak nafsu
kita, lalu kita sembah dengan ritual-ritual syetan,
imajinasi-imajinasi, kebanggaan-kebanggan, lalu begitu sombongnya
kepala kita terangkat dan mendongak.
Mari kita usap kepala kita
dengan usapan Kasih Sayang Ilahi. Karena kepala kita telah terpanggang
panasnya neraka duniawi, terpanaskan oleh ambisi amarah dan emosi nafsu
syahwati, terjemur di hamparan mahsyar duniawi.
Sembari kita mengusap, masti munajat:
dengan usapan Kasih Sayang Ilahi. Karena kepala kita telah terpanggang
panasnya neraka duniawi, terpanaskan oleh ambisi amarah dan emosi nafsu
syahwati, terjemur di hamparan mahsyar duniawi.
Sembari kita mengusap, masti munajat:
Oh
Allah, payungi kepalaku dengan Payung RahmatMu, turunkan padaku
berkah-berkahMu, dan lindungi diriku dengan perlindungan payung
ArasyMu, dihari ketika tidak ada lagi paying kecuali payungMu. Oh,
Tuhan….jauhkan rambutku dan kulitku dari neraka…Oh…
Usap
kedua telingamu. Telinga yang sering mendengarkan paraunya dunia, yang
anda kira sebagai kemerduan musik para bidadari syurga. Telinga yang
berbisik kebusukan dan kedustaan, telinga yang menikmati gunjingan demi
gunjingan. Telinga yang fantastik dengan mendengarkan indahnya musik
duniawi, lalu menutup telinga ketika suara-suara kebenaran bersautan.
Amboi, kenapa telingamu seperti telinga orang-orang munafik?
Apakah anda lebih senang menjadi orang-orang yang tuli telinga hatinya?
kedua telingamu. Telinga yang sering mendengarkan paraunya dunia, yang
anda kira sebagai kemerduan musik para bidadari syurga. Telinga yang
berbisik kebusukan dan kedustaan, telinga yang menikmati gunjingan demi
gunjingan. Telinga yang fantastik dengan mendengarkan indahnya musik
duniawi, lalu menutup telinga ketika suara-suara kebenaran bersautan.
Amboi, kenapa telingamu seperti telinga orang-orang munafik?
Apakah anda lebih senang menjadi orang-orang yang tuli telinga hatinya?
Munajatlah:
Oh
Tuhan, jadikan diriku tergolong orang-orang yang mendengarkan ucapan
yang benar dan mengikuti yang paling baik. Tuhan, perdengarkan
telingaku panggilan-panggilan syurga di dalam syurga bersama
hamba-hambaMu yang baik.
Lalu usaplah tengkukmu, sembari berdoa:
Ya Allah, bebaskan diriku dari belenggu neraka, dan aku berlindung kepadaMu dari belenggu demi belenggu yang merantai diriku.
Ya Allah, bebaskan diriku dari belenggu neraka, dan aku berlindung kepadaMu dari belenggu demi belenggu yang merantai diriku.
Lalu basuh kaki-kakimu sampai kedua mata kaki:
Kaki-kaki
yang melangkahkan pijakannya kea lam dunia semesta, yang berlari
mengejar syahwat dan kehinaan, yang bergegas dalam pijakan kenikmatan
dan kelezatan pesonanya.
yang melangkahkan pijakannya kea lam dunia semesta, yang berlari
mengejar syahwat dan kehinaan, yang bergegas dalam pijakan kenikmatan
dan kelezatan pesonanya.
Kaki-kaki yang sering terpeleset ke jurang
kemunafikan dan kezaliman, terluka oleh syahwat dan emosinya, oleh
dendam, iri dan dengkinya, haruslah segera dibasuh dengan air akhlaq,
air yang berumber dari adab, dan bermuara ke samudera Ilahiyah.
Basuhlah
kedua kakimu sampai kedua matakakimu. Agar langkah-langkahmu menjadi
semangat baru untuk bangkit menuju Allah, menapak tilas Jalan Allah,
secepat kilat melesat menuju Allah. Basuhlah dengan air salsabila, yang
mengaliri wajah semesta menjadi jalan lurus lempang menuju Tuhan.
kedua kakimu sampai kedua matakakimu. Agar langkah-langkahmu menjadi
semangat baru untuk bangkit menuju Allah, menapak tilas Jalan Allah,
secepat kilat melesat menuju Allah. Basuhlah dengan air salsabila, yang
mengaliri wajah semesta menjadi jalan lurus lempang menuju Tuhan.
Selebihnya,
Wudlu’ adalah Taubat, penyucian jiwa, pembersihan batin, di lembah
Istighfar. Jangan lupakan Istighfar setiap basuhan anggota wudlu’mu.
Wallahu A’lam.