بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
D. Gus Dur bicara aurat semaunya
Kutipan:
Gus Dur: Kemudian, yang disebut aurat itu juga perlu dirumuskan dulu sebagai apa. Cara pandang seorang sufi berbeda dengan ahli syara’ tentang aurat, demikian juga dengan cara pandang seorang budayawan. Tukang pakaian melihatnya beda lagi; kalau dia tak bisa meraba-raba, bagaimana bisa jadi pakaian’ ha-ha-ha.. Batasan dokter beda lagi. Kerjanya kan ngutak-ngutik, dan buka-buka aurat, itu, he-he-he. ..
Saya juga heran, mengapa aurat selalu identik dengan perempuan. Itu tidak benar. Katanya, perempuan bisa merangsang syahwat, karena itu tidak boleh dekat-dekat, tidak patut salaman. Wah’ saya tiap pagi selalu kedatangan tamu. Kadang-kadang gadis-gadis dan ibu-ibu. Itu bisa sampai dua bis. Mereka semua salaman dengan saya. Masak saya langsung terangsang dan ingin ngawinin mereka semua?! Ha-ha-ha.. Oleh karena itu, kita harus hati-hati. Melihat perempuan tidak boleh hanya sebagai objek seksual. Perempuan itu sama dengan laki-laki; sosok makhluk yang utuh. Jangan melihatnya dari satu aspek saja, apalagi cuma aspek seksualnya.
Komentar:
D. Gus Dur bicara aurat semaunya
Gus Dur dalam perkataannya itu benar-benar mengemukakan jati dirinya yang tidak ada sangkut pautnya dengan Islam. Bahkan tidak ada sangkut pautnya dengan pribadi yang jadi makhluk, telah diatur oleh Tuhannya. Sehingga seakan-akan dunia ini, atau Indonesia ini, terlepas sama sekali dari aturan Allah swt, maka tidak perlu merujuk kepada wahyu-wahyu yang telah diturunkan lewat malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw lalu disampaikan kepada seluruh manusia. Sehingga yang jadi rujukan justru aneka orang dengan aneka pekerjaan dan pandangannya. Itu benar-benar cara berfikir yang kacau balau. Padahal, kalau kita mengikuti pendapat orang, walaupun mayoritas, dan meninggalkan aturan Allah swt dan Rasul-Nya saw, maka pasti sesat. Allah swt menegaskan:
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
(116)
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). (QS Al-An’aam/ 6 : 116).
Setelah tidak menggubris aturan dari Allah swt dan Rasul-Nya, lalu Gus Dur menampilkan dirinya sebagai penentang aturan Rasulullah saw. Dia katakan:
Katanya, perempuan bisa merangsang syahwat, karena itu tidak boleh dekat-dekat, tidak patut salaman. Wah’ saya tiap pagi selalu kedatangan tamu. Kadang-kadang gadis-gadis dan ibu-ibu. Itu bisa sampai dua bis. Mereka semua salaman dengan saya. Masak saya langsung terangsang dan ingin ngawinin mereka semua?! Ha-ha-ha.. Ungkapan Gus Dur itu bertentangan dengan hadits.
قَوْلِهِ صلى الله عليه وسلم فِي مُبَايَعَةِ النِّسَاءِ إنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ وَمَا قَوْلِي لِامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ إلَّا كَقَوْلِي لِمِائَةِ امْرَأَةٍ رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالنَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ وَابْنُ حِبَّانَ
Sabda Nabi saw dalam pembai’atan para wanita: ‘Sesungguhnya aku tidak bersalaman dengan wanita, dan tidaklah perkataanku kepada satu wanita kecuali seperti ucapanku kepada seratus wanita.’ (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, ia berkata, hadits hasan shahih, dan An-Nasa’I, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban).
Penentangan terang-terangan Gus Dur terhadap hadits Nabi saw dan bahkan dia katakan: ‘Katanya, perempuan bisa merangsang syahwat, karena itu tidak boleh dekat-dekat, tidak patut salaman’; itu sangat disayangkan. Apalagi kemudian dengan terang-terangan dia memamerkan lakonnya: ‘Wah’ saya tiap pagi selalu kedatangan tamu. Kadang-kadang gadis-gadis dan ibu-ibu. Itu bisa sampai dua bis. Mereka semua salaman dengan saya. Masak saya langsung terangsang dan ingin ngawinin mereka semua?! Ha-ha-ha..’
Mestinya, sebagai tokoh Islam, malu dengan lakonnya yang seperti itu. Tetapi ini malahan dijadikan sebagai acuan atau rujukan untuk:
1. Menentang aturan atau tatacara yang disampaikan oleh Rasulullah saw.
2. Menjadikan lakon dan sikap diri Gus Dur yang menyelisihi aturan Rasulullah saw itu sebagai rujukan dalam mengatur masyarakat. Padahal, pewawancara dari JIL itu sendiri telah menyebut Gus Dur sebagai kiai nyentrik.
Dari kondisi ini, berarti Gus Dur menawarkan dirinya pada posisi jauh di atas harga yang seharusnya. Sebaliknya, menjatuhkan harga aturan yang dibawa Rasulullah saw serendah-rendahnya, bahkan agar ditentang memakai pola yang Gus Dur lakukan selama ini. Dalam keadaan ini, Gus Dur yang sudah jelas menentang aturan Rasulullah saw itu justru diusung oleh JIL untuk dijadikan rujukan. Antara Gus Dur dan JIL sama-sama memposisikan sebagai penentang aturan Rasulullah saw. Gus Dur dijadikan figure untuk berteriak, sedang JIL yang menyuruh dan menyebarkan teriakannya.
Semua yang diupayakan Gus Dur, JIL, dan semacamnya yang menolak sejadi-jadinya apa-apa yang berbau Islam, itu sangat berbahaya. Sebab, masyarakat Indonesia ini, yang mayoritas Islam ini, memerlukan aturan yang sesuai dengan agamanya, Islam. Sebagaimana dalam hal pernikahan, talak, rujuk, waris, hibah, dan sebagainya yang merupakan hukum keluarga juga sudah diatur negara, pakai undang-undang. Di antaranya ada undang-undang perkawinan 1974. Masyarakat bisa terlindungi.
Mestinya, mengenai aurat pun demikian. Yang muslim, agar mengikuti aturan agamanya dalam menutup aurat. Dalam pelaksanaannya, perlu ada aturan hukum, sehingga masyarakat jadi tertib. Sebenarnya hanya tinggal melangkah lagi, sudah ada contohnya, yaitu Undang-undang Perkawinan 1974, yang bermanfaat untuk ketertiban masyarakat, dan juga tidak mengganggu siapa-siapa. Tentang aurat pun mestinya seperti itu.
Tetapi anehnya, Gus Dur, JIL, dan semacamnya, tidak terima dengan adanya aturan itu. Mereka sudah gerah dengan adanya UU Perkawinan 1974. Mereka berupaya keras untuk memberedelnya.
Padahal, dengan adanya Undang-undang Perkawinan 1974, umat Islam terlindungi dari perkawinan-perkawinan yang tidak mengikuti aturan. Demikian pula nantinya, kalau tentang anti pornografi dan pornoaksi itu sudah ada undang-undangnya, dan untuk umat Islam, aturannya sesuai dengan Islam, maka umat Islam terlindungi pula dari aneka macam kepornoan. Bangsa ini pun insya Allah aman dari itu, dan tidak ada yang terganggu. Jadi Gus Dur, JIL, dan semacamnya menolak RUU APP, sebenarnya maunya apa? Tidak lain, mereka hanya tidak ridho apabila Islam dilaksanakan atau terdukung pelaksanaannya di masyarakat. Itu saja.
Wallahu A'lam ,
وَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ
arsip; 30 11 09